Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar acara Forum Group Discussion yang bertajuk “Arah Pembangunan Hukum Nasional” yang berlangsung di Hotel Pullman, Jakarta. Pada Jumat (2/11). Selain acara tersebut, Mahkamah Konstitusi juga meakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Perpustakaan Nasional, serta rapat koordinasi dengan Dekan Fakultas Hukum Pengelola Video Conference (Vicon) se-Indonesia.
Dalam sambutan pembukaannya, Ketua MK Anwar Usman menyampaikan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan selama 3 hari tersebut, merupakan ikhtiar MK dalam rangka mewujudkan tegaknya hukum dan konstitusi, serta mengimplementasikan komitmen negara hukum sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi.
“Menegakkan hukum dan konstitusi pada hakikatnya merupakan tugas dan tanggung jawab kita bersama, seluruh komponen dan elemen masyarakat. Bukan hanya tugas dan tanggung jawab dari lembaga peradilan, dan aparatur penegak hukum semata,” ungkap Anwar Usman dalam acara FGD tersebut.
Anwar juga menyampaikan, upaya untuk melakukan penbangunan hukum nasional, bertujuan untuk membangun kemandirian hukum nasional. Hal tersebut telah dimulai oleh para pendiri negara sejak upaya menggapai kemerdekaan dan penyusunan UUD 1945 yang memahami benar bahwa negara Indonesia merdeka dibangun berdasarkan atas prinsip demokrasi dan hukum.
Namun, lanjut Anwar, selain dari dua prinsip tersebut, negara Indonesia yang akan dibangun harus didasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai ke-Indonesia-an yang harus memiliki ciri khas sendiri. “Ciri khas tersebut menurut Soekarno pada waktu itu, adalah pandangan hidup bangsa sebagai dasar negara yang harus digali dari nilai-nilai luhur perjuangan, dan nilai-nilai budaya bangsa sendiri. Nilai-nilai tersebut pun harus menjadi pemersatu bangsa, agar cita-cita Indonesia merdeka dapat menjadi kenyataan,” imbuhnya.
Terkait MK, Anwar menyampaikan, selain memiliki fungsi sebagai pengawal dan penafsir konstitusi, MK juga merupakan penegak ideologi negara. Karena, tambahnya, Pancasila sebagai ideologi negara, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Anwar menyebut tegaknya konstitusi dan terlaksananya pembangunan hukum di suatu negara, pada hakikatnya amat bergantung kepada komitmen seriap warga negara terhadap aturan main bernegara (the rule of law) yang telah disusun dan ditetapkan, serta budaya hukum masyarakat (social legal culture) untuk mematuhinya.
“Kesadaran hukum dimaksud, tidak hanya terkait kesadaran atas pemenuhan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang ada, melainkan juga termasuk kepatuhan dan peran serta dari seluruh warga bangsa dalam menaati norma hukum, mengembangkan sistem hukum yang ada, serta berperan mengawasi pelaksanaannya. Karena tanpa kesadaran hukum setiap warga bangsa terhadap ketentuan yang ada, maka mustahil hukum dapat menjadi panglima, dan mustahil pula pembangunan hukum dapat terlaksana dalam rangka mewujudkan kemandirian hukum,” tegasnya.
Masukan dari Akademisi
Sementara itu, Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dalam laporannya menyampaikan bahwa FGD merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tahun. Guntur juga menegaskan bahwa perguruan tinggi adalah salah satu kolega yang sangat penting demi majunya demokrasi bangsa ini. “Perguruan tinggi sangatlah penting dalam turut andil demi memajukan demokrasi bangsa dan perguruan tinggilah yang akan menciptakan para penegak hukum yang lebih baik,” tambahnya.
Saat ini, ungkap Guru Besar Universitas Hasanuddin tersebut, pembangunan hukum nasional akan ditantang dengan sangat kompleks untuk memberantas korupsi, dan segala perubahan era teknologi untuk kemajuan negara yang juga dituntut harus berubah. “Kita harus bisa berubah dan siap untuk ditantang dalam era globalisasi yang akan maju dan berkembang dangat pesat. Oleh karena itu, kita harus benar-benar sigap atas apa yang ada di depan nanti. Demi kemajuan demokrasi dan hukum di Indonesia,” jelasnya.
Guntur pun menyampaikan tujuan digelarnya FGD agar MK mendapat masukan dari akademisi sehingga mampu untuk selalu dalam arah yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Teknologi Jabber
Terkait video conference, Guntur menyampaikan MK sudah menggunakan vicon dengan teknologi jabber. “Dengan teknologi ini, viconbisa digunakan tidak di satu ruangan saja. Dalam artian bisa dipindahkan ke ruangan yang sedang beracara,” Ujarnya.
Selain itu, lanjut Guntur, teknologi Jabber ini sangat bermanfaat karena dapat juga dipergunakan melalui ponsel pintar. “ Jadi, kalau misalnya Ahli yang terjebak macet saat menuju MK, maka dengan vicon berteknologi jabber, Ahli dapat menggunakan vicon berteknologi jabber tersebut melalui handphone. Nanti akan muncul foto dan bahkan videonya. Jadi, Ahli bisa memberikan keterangannya melalui vicon dimanapun,” papar Guntur.
Selain dipergunakan dalam persidangan, Guntur menyebut vicon dapat dipergunakan juga untuk kuliah umum internasional. Guntur juga menegaskan pentingnya vicon menjelang pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. “Jadi nanti semoga di setiap perguruan tinggi dapat menggunakan vicon untuk membantu MK dalam mengadili saksi atau ahli dalam Pileg da Pilpres 2019 mendatang,” tegasnya.
Sementara itu, Panitera MK Kasianur Sidauruk yang memaparkan hal serupa terkait dengan manfaat vicon dalam persidangan, namun sangat rendah pengunjung atau penggunanya. “Kita akan mencari cara agar vicon yang kualitas suara atau gambarnya tidak bagus. Hal ini dikarenakan memang banyak vicon disetiap perguruan tinggi banyaknya vicon yang suaranya tidak jelas bahkan gambar videonya lambat. Sehingga hal tersebut juga membuat masalah dalam risalah persidangan,” lanjut Kasianur.
Dalam acara tersebut MK juga memberikan beberapa penghargaan, di antaranya penghargaan bagi Pengelolah Jurnal dan Artikel Ilmiah Terbaik. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya memeroleh Jurnal Terbaik Pertama bertajuk "Brawijaya Law Journal: Journal of Legal Studies". Sementara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia dengan jurnal bertajuk “Ius Quia Iustum” menempati posisi ke-2. Kemudian Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dengan jurnal yang bertajuk “Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum” meraih peringkat ke-3.
Dalam kesempatan tersebut, MK juga mengumumkan pemenang Artikel Ilmiah Terbaik Tahun 2018, yang masing-masing dimenangkan oleh Anbar Jayadi diterbitkan oleh FH Universitas Hasanuddin, dengan judul “What Constitutes as Limitation of Human Rights in Indonesian Legal Context?” sebagai Pemenang Pertama. Kemudian, Pemenang Kedua diraih oleh Bisariyadi diterbitkan oleh FH Universitas Islam Indonesia, dengan judul “Menyibak Hak Konstitusional yang Tersembunyi”. Sementara Muhammad Ubayyu Rizka dan Siti Djazimah diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul “Analisis Maqâsid Asy-Syarî’ah terhadap Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 dan Implikasinya terhadap Hukum Keluarga Islam di Indonesia” meraih Pemenang Ketiga. (Panji Erawan/LA)