Indonesia sedang mengalami perubahan besar di bidang hukum atau mengalami revolusi hukum. Demikian salah satu hal penting dalam pemaparan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, ketika memberi sambutan pada acara Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi Guru SMU se-Jakarta Pusat Bidang PKn dan Ekonomi, Rabu (26/3), di aula gedung MK.
Dalam acara yang terselenggara atas kerjasama Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan MK dan Pusat Pendidikan & Studi Kebanksentralan Bank Indonesia (BI) ini, Jimly menegaskan bahwa revolusi hukum terjadi akibat perubahan konstitusi sebesar 300 persen. Untuk itu, Jimly mengajak semua pihak berusaha memahami perubahan dengan persepsi yang sama dan turut bekerja sama menata ulang sistem bernegara, fungsi-fungsi kekuasaan negara, dan sistem kelembagaan negara.
Terkait dengan upaya penyebarluasan pendidikan kesadaran berkonstitusi, Jimly menilai para guru adalah petugas yang paling tepat untuk melakukan fungsi dan tugas sosialisasi ke masyarakat. âKarena itu, antara MK dengan guru-guru PKn, ada kepentingan yang sama,â ucap Jimly.
Untuk menerangkan berbagai aspek sistem ketatanegaraan yang berubah, Jimly mengetengahkan pula perlunya diperbanyak buku-buku yang substansinya menjelaskan perubahan konstitusi yang meluas dan mendalam yang tercermin dari satu kali rangkaian perubahan yang berlangsung selama empat tahap.
Sebagai hukum dasar tertinggi, hanya 25 butir ketentuan dalam UUD 1945 yang tidak berubah. Selebihnya, sebanyak 71 butir yang diwarisi dari tahun 1945, telah berubah. âUntuk itu, peranan para guru penting sekali untuk membangun persepsi yang tepat kepada generasi muda mengenai masa depan yang kita cita-citakan sebagai sebuah negara modern berdasarkan konstitusi sebagai sistem pemersatu bangsa,â lanjut Jimly.
Tak hanya itu, Jimly juga mengingatkan supaya semua elemen negara seperti lembaga, tokoh masyarakat, dan fungsi-fungsi organisasi, mengambil tanggung jawab untuk membangun kesadaran berkonstitusi warga negara. âDengan begitu, nantinya diharapkan konstitusi bisa menjadi konstitusi yang akrab di hati warga negara. Dan pada saatnya, setiap warga negara nanti akan merasa setara antara satu dan yang lainnya. Di situlah nanti nikmatnya bernegara modern. Sama hak dan kewajibannya di mata negara dan di mata hukum,â harap Jimly.
Independensi BI
Terkait dengan independensi BI, dalam sambutannya di awal pembukaan, Direktur Pusat Pendidikan & Studi Kebanksentralan BI, Drs. Mulyana Soekarni, MA., MM., menjelaskan bahwa sebelum adanya amendemen UUD 1945, posisi Bank Indonesia sebagai bank sentral berada di bawah Presiden. âPada saat itu BI sering disebut belum independen. Namun seiring dengan adanya reformasi dan amendemen UUD 1945, kini posisi BI telah menjadi lembaga yang independen,â papar Mulyana.
Tak hanya itu, Mulyana juga berharap, supaya para guru SMU yang mengikuti acara ini akan mendapat pemahaman yang baik tentang susunan ketatanegaraan saat ini untuk disampaikan lagi kepada anak didik di sekolah.
Menanggapi soal independensi BI, Ketua MK menyatakan bahwa persoalan moneter adalah hal serius. Ketika banyak orang di dalam kehidupannya terjebak pada pragmatisme kehidupan dunia yang ujung-ujungnya hanya untuk cari duit, maka diperlukan adanya otoritas yang khusus menangani permasalahan moneter.
Bila yang mengurus kebijakan moneter turut terombang-ambing oleh kepentingan-kepentingan politik, Jimly khawatir hal itu akan mengganggu kebijakan-kebijakan di seputar urusan moneter. âBI independen untuk memberi jaminan supaya kepentingan yang ada di balik pengelolaan uang juga diarahkan semata-mata untuk kepentingan rakyat dan negara, bukannya kepentingan kelompok dan golongan. Untuk itu, sebagai warga negara kita perlu tahu tentang kewenangan BI ini. Siswa dan mahasiswa pun harus tahu tentang manajemen uang,â urai Jimly sebelum mengakhiri sambutannya. (Wiwik Budi Wasito)