Mahasiswa Hukum Universitas Indonesia (UI) berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (31/10). Kunjungan yang diterima langsung oleh Peneliti MK Pan Mohamad Faiz mempelajari seluk-beluk terkait MK di Ruang Rapat MK.
Faiz menjelaskan ide awal pembentukan lembaga sejenis MK telah dimulai di awal kemerdekaan. Idenya dicetuskan oleh Muhammad Yamin. “Ide tersebut pada akhirnya tidak terwujud sebab ditolak oleh Soepomo. Sebab saat itu, belum banyaknya jumlah sarjana hukum yang mumpuni,” jelasnya.
Barulah saat masuk era reformasi, kata Faiz, MK di Indonesia terbentuk pada 13 Agustus 2003. Di awal pendiriannya, MK diketuai oleh Jimly Asshiddiqie yang menaruh pondasi e-Court di MK. MK diharapkan menjadi badan peradilan yang berbasis teknologi informasi agar mudah diakses via dunia maya.
Selain itu, Faiz menyebut MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban berdasar UUD 1945. Kewenangan MK, yaitu menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. “Adapun kewajiban MK adalah membuat putusan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden,” jelasnya.
Faiz juga menjelaskan MK Indonesia memiliki kewenangan yang mirip dengan MK Korea Selatan karena semua kewenangan dan kewajibannya sama, dan hanya berbeda di satu kewenangan. MK Korea Selatan tidak melakukan fungsi memutus perselisihan hasil pemilihan umum.
Di sisi lain, ujar Faiz, MK memiliki tiga fungsi. Pertama, sebagai penjaga konstitusi, ideologi negara, serta penjaga demokrasi. Kedua, sebagai penjaga hak konstitusional dan hak asasi manusia warga negara Indonesia. Terakhir, sebagai otoritas resmi yang berhak menginterpretasi Konstitusi.
Selain diskusi, peserta kunjungan diagendakan juga untuk mengunjungi Pusat Konstitusi (Puskon). Kegiatan ini ditujukan untuk memperkaya khazanah terkait sejarah Konstitusi di Indonesia. (Arif Satriantoro/LA)