Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Ruang Sidang Panel MK, Rabu (31/10). Dalam sidang yang teregistrasi Nomor 82/PUU-XVI/2018 mengagendakan perbaikan permohonan.
Anggit Dwi Prakoso menyampaikan perubahan dalil permohonan, yakni titik uji materiil pada Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukkan Peraturan PerundangUndangan diambil sebagai pertimbangan karena terdapat alasan kuat terkait dengan persoalan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai hierarki tertinggi dan tidak mengambil pada sila-sila sebagaimana yang dimaksud dalam Pancasila tersendiri.
“Para Pemohon menganggap nilai efektivitas terhadap persoalan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai hierarki tertinggi sangat sempit sekali hasil penegakkan hukumnya, sebagaimana halnya yang Para Pemohon uraikan pada poin-poin sebelumnya. Dan dengan demikian, maka tidak ada lagi kerugian konstitusional yang telah dirugikan atas pasal tersebut dan atas uraian Para Pemohon di atas, yang artinya justru dengan menegakkan keadilan, dengan menempatkan Pancasila dalam hierarki tertinggi peraturan perundang-udangan di Indonesia tidak lagi bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1) , ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945,” ujarnya di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Sebelumnya, para Pemohon menyampaikan Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12/2011 telah mengingkari keberadaan Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia atau norma fundamental negara yang menempati urutan tertinggi di puncak piramida hukum. Para Pemohon mendalilkan Hans Nawiasky dalam bukunya yang berjudul “Allgemeine Rechtslehre” mengemukakan suatu norma hukum dari negara manapun selalu berlapis dan berjenjang. Melalui penjelasan tersebut, para Pemohon menyatakan pasal a quo bertentangan dan tidak sejalan dengan Pasal 2 UU Perpu yang menyatakan “Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara” dan TAP MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan “Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila.” Dengan demikian, kedua pasal tersebut menurut para Pemohon berpotensi merugikan hak konstitusionalnya.
Sebelum mengakhiri sidang, Enny mengesahkan alat bukti yang diserahkan para Pemohon dan menyampaikan bahwa hasil sidang perbaikan permohonan akan disampaikan pada Rapat Permusyawaratan Hakim sehingga diharapkan menunggu kabar selanjutnya dari Kepaniteraan MK. (Sri Pujianti/LA)