Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan uji Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (UU Yayasan) yang diajukan Ketua Badan Pembina Yayasan Mandala Waluya Kendari, La Ode Saafi tidak dapat diterima. Demikian putusan MK yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan putusan, Selasa (30/10).
Dalam permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 65/PUU-XVI/2018, Pemohon beranggapan bahwa yayasan merupakan perkumpulan yang didirikan oleh pemilik modal yang ingin menyalurkan harta kekayaannya kepada pihak yang membutuhkan dengan cara mendirikan wadah untuk menyalurkan harta kekayaannya yang diberi nama yayasan. Semata-mata untuk tujuan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan. Pemilik modal tidak mengharapkan imbalan, gaji atau upah, karena memang para pendiri sebagai pemilik modal sudah sangat sejahtera untuk ukuran ekonomi. Namun menurut Pemohon, apabila mengacu ketentuan Pasal 1 ayat (3) dan ayat (4) UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, maka organ yayasan selaku “pekerja” berhak mendapatkan gaji, upah, imbalan dari yayasan, dan yayasan selaku “pemberi kerja” berkewajiban untuk memberikan gaji, upah, imbalan kepada organ yayasan selaku pekerja. Apabila hal tersebut diabaikan oleh pemberi kerja, maka jelas melanggar hak asasi manusia.
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams yang membacakan pertimbangan hukum menyampaikan bahwa Pemohon adalah Ketua Badan Pembina Yayasan Mandala Waluya Kendari. Namun Pemohon dalam permohonannya tidak menjelaskan secara khusus kerugian yang dideritanya akibat berlakunya Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 70 UU Yayasan. Pemohon hanya menguraikan dengan merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-XIII/2015.
Meskipun Pemohon dalam permohonan a quo tidak secara tegas menjelaskan secara khusus kerugian konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 70 UU Yayasan, namun mengingat telah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-XIII/2015 yang memberikan kedudukan hukum kepada Ketua Badan Pembina Yayasan, maka hal tersebut dapat dijadikan rujukan bagi Mahkamah untuk memberikan kedudukan hukum kepada Pemohon. Sedangkan ada atau tidaknya kerugian konstitusional dapat dibuktikan bersama-sama dengan pokok permohonan. Oleh karena itu menurut Mahkamah Pemohon mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.
Setelah Mahkamah mempelajari dalil Pemohon serta memeriksa bukti Pemohon secara saksama, Mahkamah berpendapat terhadap Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 70 UU Yayasan yang menjadi objek permohonan a quo, oleh karena substansinya sama dengan permohonan Nomor 5/PUU-XIII/2015, Mahkamah telah menyatakan pendiriannya dan menjatuhkan putusannya sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-XIII/2015 bertanggal 26 Agustus 2015, dengan amar putusan menyatakan menolak permohonan Pemohon.
Berdasarkan pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-XIII/2015 di atas, oleh karena isu konstitusionalitas terhadap pasal-pasal yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon beserta argumentasi atau dalil-dalil yang dijadikan dasar permohonan Pemohon adalah sama, maka pertimbangan hukum dalam perkara tersebut mutatis mutandis berlaku terhadap pertimbangan hukum dalam perkara a quo.
Terhadap Pasal 3 ayat (2) UU Yayasan yang juga dimohonkan pengujian oleh Pemohon namun tidak dilakukan pengujian dalam permohonan Nomor 5/PUU-XIII/2015, menurut Mahkamah, Pasal 3 ayat (2) UU Yayasan yang menyatakan, “Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas” substansinya sama dengan Pasal 5 UU Yayasan yaitu ketentuan yang mengatur tidak bolehnya yayasan membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina, pengurus dan pengawas yayasan.
Oleh karena itu, pertimbangan Mahkamah dalam perkara Nomor 5/PUU-XIII/2015 adalah tidak berbeda dengan semangat yang dipesankan dan menjadi hakikat dalam norma Pasal 5 ayat (1) UU Yayasan yaitu berkenaan dengan dilarangnya membagikan hasil kegiatan usaha yayasan kepada pembina, pengurus, dan pengawas. Dengan demikian, semangat dan hakikat yang ada dalam pertimbangan hukum Mahkamah dalam Putusan Perkara Nomor 5/PUU-XIII/2015 secara mutatis mutandis juga berlaku untuk pertimbangan hukum dalam perkara a quo.
Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, maka terhadap perkara a quo seluruh pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-XIII/2015 mutatis mutandis berlaku. (Nano Tresna Arfana/LA)