Perusahaan yang dipimpin Ferdinand Halomoan Lumbang Tobing bukanlah perusahaan pers sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). CV Swara Resimerasa yang dipimpin Ferdinand hanyalah perusahaan penerbit. Dengan demikian, Pemohon perkara Nomor 51/PUU-XVI/2018 ini tidak memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon dalam permohonan pengujian Pasal 1 ayat (2), Pasal 9 ayat (2), dan Pasal 18 ayat (3) UU Pers. Demikian disampaikan oleh Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul saat pembacaan pertimbangan Mahkamah dalam sidang putusan MK yang digelar pada Kamis (25/10) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Andaipun Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, quod non, telah ternyata pasal-pasal dalam UU Pers yang dimohonkan pengujiannya tidak bertentangan dengan UUD 1945,” tegas Manahan.
Lebih lanjut, Manahan menyampaikan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 juncto Pasal 9 ayat (2) UU Pers, perusahaan pers haruslah berbentuk badan hukum Indonesia. Ketentuan tersebut juga dikuatkan Surat Edaran Dewan Pers Nomor 01/SE-DP/I/2014 tentang Pelaksanaan UU Pers dan Standar Perusahaan Pers yang menyatakan perusahaan pers harus berbadan hukum Indonesia termasuk PT atau badan hukum lainnya yakni Koperasi atau Yayasan. Usaha pers, tambah Manahan, adalah usaha yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi sehingga badan hukum perusahaan pers tidak dapat dicampur dengan usaha lain selain di bidang pers. Dengan demikian jelas bahwa setiap orang yang ingin mendirikan perusahaan pers harus berbadan hukum Indonesia.
Terhadap perusahaan pers yang belum berbentuk badan hukum Indonesia sebelum UU Pers berlaku seperti yang didalilkan Pemohon terhadap perusahaan yang dipimpinnya, Mahkamah berpendapat bahwa BAB IX Ketentuan Peralihan Pasal 19 ayat (2) UU Pers menyatakan harus menjadikan perusahaan pers tersebut sebagai perusahaan berbadan hukum Indonesia. Adapun tujuannya adalah dengan status demikian perusahaan dapat leluasa bertindak dengan diwakili oleh pengurusnya dalam melakukan perbuatan hukum yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan. Selain itu, hal tersebut diperlukan dalam rangka mempertanggungjawabkan perusahaan pers atas adanya tuntutan pihak lain maupun dalam upaya perlindungan terhadap usaha serta menjamin kesejahteraan para wartawan. “Berdasarkan pertimbangan di atas, amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan permohonan tidak dapat diterima,” ucap Ketua MK Anwar Usman saat membacakan Amar Putusan.
Sebelumnya, Pemohon menyatakan pasal a quo mengurangi hak konstitusionalnya untuk melakukan usaha sebagaimana dijamin dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) serta Pasal 28F UUD NRI 1945. Ketentuan a quo juga dinilai memberikan batasan berupa larangan bagi perusahaan pers berbadan usaha (seperti CV) yang tidak tergolong dalam perusahaan berbadan hukum untuk mengelola usaha di bidang pers dalam mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi masyarakat. Di samping itu, menurut Pemohon pasal a quo telah meniadakan hak perusahaan berbadan usaha secara ekonomi.
Menurut Pemohon pula dengan adanya Surat Edaran Dewan Pers Nomor 01/E-DP/I/2014 tentang Pelaksanaan UU Pers dan Standar Perusahaan Pers yang hadir 15 tahun setelah UU Pers diundangkan, tidak memberikan perlindungan hukum atas karya jurnalistik saat pihaknya melaksanakan tugas peliputan dan pemberitaan yang dipublikasikan, baik secara cetak maupun elektronik sebagai pers yang merdeka. (Sri Pujianti/LA)