Perkembangan dunia di masa yang akan datang akan bergeser ke kawasan Asia Pasifik. Terlepas dari kenyataan bahwa di kawasan Asia Tenggara, khususnya di Indonesia, Umat Islam merupakan kaum mayoritas, akan tetapi sumbangannya di dunia Islam terbilang sedikit. Hal tersebut menuntut dunia Islam di kawasan tersebut untuk membuka diri. Untuk itulah umat Islam Indonesia diharapkan mampu menyelesaikan masalah internalnya, sehingga masalah kecil yang ada tidak akan mengganggu hubungan umat Islam Indonesia dengan dunia luar.
Demikian salah satu pesan yang disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, dalam acara Pelantikan Pimpinan Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Gedung Museum Nasional, Jakarta, Sabtu (22/3) malam. Acara pelantikan tersebut juga dihadiri oleh mantan Ketua DPR dan mantan ketua HMI, Akbar Tanjung.
Pada kesempatan tersebut, Jimly juga mengatakan bahwa meskipun negara kita memiliki Pancasila sebagai falsafah hidup, tetapi negara lain melihat kita sebagai negara muslim. Oleh karena itu, kata Jimly, suksesnya perkembangan di Indonesia juga dilihat sebagai suksesnya umat Islam.
âApa yang sukses kita kerjakan menjadi perhatian dunia. Bahkan Mesir meniru kita dalam penerapan Pemilihan Presiden secara langsung. Jika nanti Indonesia menjadi kampiun dalam segi ekonomi, maka boleh jadi Indonesia akan menjadi tumpuan dunia Islamâ Jelas Jimly. Agar hal tersebut dapat terwujud, Jimly mengingatkan umat Islam akan pentingnya untuk melakukan konsolidasi.
Ormas dan Masyarakat Madani
Pada kesempatan tersebut, di hadapan para mantan aktivis HMI dari seluruh Indonesia, Ketua MK yang sempat menjadi aktivis HMI ini juga mengatakan, di masa yang akan datang, peranan negara dalam kehidupan demokrasi tidak akan sebesar seperti saat ini. Menurutnya, akan ada tiga aspek yang memiliki porsi sama besar dalam melaksanakan demokrasi. Ketiga aspek tersebut adalah masyarakat madani (civil society), negara, dan pasar. âOleh karenanya dalam melaksanakan demokrasi, kita harus melihat konfigurasi negara,â tukas Jimly.
Saat ini, perkembangan ketiga hal tersebut di Indonesia dinilai Jimly sangat signifikan. Salah satu contohnya adalah perkembangan pada negara melalui perubahan UUD 1945 yang menurutnya telah merubah 300% ketentuan dalam UUD 1945. "Hal tersebut secara otomatis akan merubah tatanan negara melalui peraturan-peraturan (operasional) yang dibuat," imbuhnya.
Demikian pula perkembangan yang terjadi pada kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Jimly mengunghkapkan, dalam sektor civil society, bangsa Indonesia merupakan negara yang paling banyak memiliki ormas (organisasi kemasyarakatan). "Di Saudi (Arab Saudi-red.) tidak ada ormas. Begitu pun di Eropa, LSM baru ada setelah adanya revolusi Perancis dan revolusi Industri di Inggris. Sehingga bisa dikatakan sejarah ormas di Eropa datang belakangan setelah adanya organisasi negara.â papar Jimly.
Akan tetapi sebaliknya, di Indonesia organisasi negara dibuat berdasarkan organisasi kemasyarakatan. "Hal ini ditandai dengan adanya ormas yang dibentuk sebelum negara ini terbentuk. Misalnya,organisasi Boedi Oetomo dan pendahulunya, Sarekat Islam.â tambahnya.
Namun, dalam sejarah perkembangan ormas setelah kemerdekaan, Jimly menganggap sebagian besar ormas tersebut âdinegarakanâ. Menurutnya, organisasi Kemasyarakatan pada masa Orde Lama dimiliki negara yang segala sesuatunya diatur oleh negara. âBegitu pula pada zaman Orde Baru, ormas merupakan perpanjangan tangan dari negara. Jadi banyak ormas yang âmenyusuâ pada negara,â jelas Jimly.
Dalam era reformasi ini, Jimly mengharapkan harus ada pemisahan yang jelas antara negara dan masyarakat madani. Jimly mengatakan dalam jangka pendek hal ini akan menimbulkan masalah bagi ormas dan LSM. Karena mereka tidak dapat lagi menggantungkan hidup organisasi kepada bantuan negara. Namun jika ditilik pada kehidupan ormas jangka panjang, hal ini akan menimbulkan kemandirian pada ormas dan LSM tersebut. âDemokrasi tidak akan jalan dengan sempurna kalau ketiga unsur tersebut tidak kuat.â ujar Jimly sebelum menutup Orasi Ilmiahnya
Acara pelantikan Pimpinan Majelis Nasional KAHMI ini merupakan puncak dari acara Musyawarah Nasional VIII (Majelis Ishlah) KAHMI yang telah dilaksanakan pada awal Februari 2008. Salah satunya adalah pemilihan Ketua Umum Pimpinan Majelis Nasional KAHMI serta jajaran pengurusnya. Pada Munas tersebut, Dr. Fuad Bawazier, M.A. yang juga mantan menteri keuangan pada era pemerintahan Soeharto, terpilih menjadi Ketua Umum Majelis Nasional KAHMI periode 2008-2013. (Yogi Djatnika/Kencana Suluh Hikmah)