Mahkamah Konstitusi menyelenggarakan Program Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara bagi 12 Delegasi yang berhasil maju ke tahap nasional Kompetisi Peradilan Semu Konstitusi Piala Ketua Mahkamah Konstitusi 2018 (Moot Court) kerjasama MK dengan Universitas Tarumanagara, pada Rabu (24/10) di Ruang Delegasi Lantai 4 Gedung Mahkamah Konstitusi.
Kegiatan ini diisi oleh tiga narasumber, di antaranya Fajar Laksono menyampaikan materi “Reaktualisasi dan Implementasi Nilai-Nilai Pancasila”, Pan Mohamad Faiz menyampaikan materi “Konstitusi dan Konstitusionalisme”, serta Anna Triningsih yang memberikan materi tentang “MK dalam Sistem Ketatanegaraan”.
Di hadapan para delegasi, Fajar Laksono dalam pemaparannya menyampaikan bahwa terdapat empat kaidah penuntun hukum Pancasila, yakni hukum Indonesia harus bertujuan dan menjamin integrasi bangsa baik secara teritorial maupun ideologis. Selanjutnya hukum harus bersamaan membangun demokrasi dan nomokrasi, hukum harus membangun keadilan sosial serta hukum harus membangun toleransi beragama dan berkeadaban.
Lebih lanjut, Fajar menjelaskan bahwa pancasila sebagai bingkai hukum Indonesia menjadi landasan etos cara berhukum dalam mengedepankan kejujuran, berani bertanggung jawab, taat asas, pantang ingkar janji, memihak kebenaran, menjunjung keadilan, patuh dan setia pada aturan main bersama. Selain itu, Pancasila juga memberi konteks eksistensialitas hukum, karena hukum harus mampu menjadi mekanisme integrasi yang mendorong gotong royong antarsesama manusia, sesama anak bangsa, semua kelompok agama, semua penyelenggara negara.
Di akhir pemaparannya Fajar juga menegaskan bahwa Kompetisi Peradilan Semu Konstitusi ini bukan mengenai kalah atau menang dalam kompetisi, “kalah atau menang dalam kompetisi ini tidak terlalu penting, yang terpenting adalah proses pembelajarannya karena saat ini kalian telah mencapai pada tahap nasional,” tegasnya.
Sementara itu, Pan Mohamad Faiz menyampaikan bahwa tujuan konstitusi merupakan tujuan pokok hukum yang di dalamnya terdapat keadilan, keseimbangan, kepatutan, dan kewajaran. Faiz mengutip pendapat Jimly Asshiddiqie yang menyatakan tujuan konstitusi adalah untuk mencapai keadilan, ketertiban, dan perwujudan nilai-nilai ideal.
Faiz melanjutkan, bahwa prinsip dasar penyelenggaraan negara, harus berdasarkan pada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, supremasi konstitusi, cita negara hukum, serta paham kedaulatan rakyat dan demokrasi.
Sedangkan Anna Triningsih dalam materinya tentang “MK dalam Sistem Ketatanegaraan” menyampaikan bahwa MK merupakan pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi sendiri dibentuk untuk menjamin konstitusi sebagai hukum tertinggi agar dapat ditegakkan.
Anna melanjutkan, bahwa kedudukan MK ini setingkat atau sederajat dengan Mahkamah Agung sebagai kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dalam menjalankan kewenangannya, termasuk di dalamnya adalah menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, Mahkamah Konstitusi juga melakukan penafsiran konstitusi. ”Sebagai lembaga penafsir tunggal konstitusi, banyak hal dalam mengadili menimbulkan akibat terhadap kekuasaan lain dalam kedudukan berhadap-hadapan, terutama terhadap lembaga legislatif di mana produknya direview,” paparnya
Selain itu, konstitusi sebagai hukum tertinggi yang dapat ditegakkan sebagaimana mestinya, yang menjalankan fungsinya sebagai pengawal konstitusi dilengkapi dengan lima kewenangan, yaitu menguji konstitusionalitas undang-undang, memutus sengketa kewenangan konstitusional antarlembaga negara, memutus perselisihan hasil pemilihan umum, memutus pembubaran partai politik, serta memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tentang tuduhan presiden dan wakil presiden melanggar hukum atau tidak sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar 1945. (Bayu Wicaksono/NRA)