Sebanyak 47 siswa SMP 6 Makassar belajar mengenai seluk-beluk serta peran Mahkamah Konstitusi (MK) di Indonesia pada Selasa (23/10). Dalam kunjungan, mereka disambut Peneliti MK Oly Viane Agustine. Pada sesi awal, dirinya menjelaskan tentang empat kewenangan dan satu kewajiban MK berdasar UUD 1945.
“Kewenangan MK, yaitu menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban MK adalah membuat putusan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden,” jelasnya di Aula MK.
Sebagai lembaga peradilan, lanjut Oly, MK ibarat wasit yang menengahi berbagai perkara. Selain itu, Oly menjelaskan MK memiliki sembilan hakim representasi pilihan eksekutif, legislatif, serta yudikatif. Masing-masing perwakilan berhak memilih tiga hakim.
Selain itu, Oly menjelaskan ada perbedaan antara pengadilan Umum dan pengadilan di MK. “Pengadilan umum memiliki kewenangan absolut dan kewenangan relatif. Kewenangan relatif pengadilan umum terkait dimana tempat peradilan digelar,” jelasnya.
Sedangkan MK, sambung Oly, semuanya bersifat absolut,yakni empat kewenangan dan satu kewajiban yang sudah diterangkan sebelumnya. Oly menjelaskan semua perkara yang masuk pasti diterima MK. MK tidak pernah dalam posisi menolak apapun perkara yang masuk. “Jadi semua perkara yang masuk akan diterima MK. Kecuali jika di sidang pertama Pemohon tidak hadir, “ tegasnya.
Sementara terkait Pemohon perkara di MK, Oly menjelaskan Pemohon yang mengajukan perkara tergantung dari kasus apa yang diajukan. Dalam aturan yang ada Pemohon perkara di MK yakni perorangan, lembaga negara, lembaga hukum publik, lembaga hukum privat, serta masyarakat hukum adat. Terakhir, ujar Oly, syarat pengajuan perkara di MK yakni dicantumkan identitas, catatan UU yang bermasalah, serta bukti.
Usai diskusi, peserta kunjungan melanjutkan agenda mengunjungi Museum Pusat Konstitusi (Puskon) dan menonton sinema konstitusi. (Arif Satriantoro/LA)