Pemerintah membantah ketiadaan pembatasan dana kampanye dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sebagaimana yang didalilkan Muhammad Hafidz, dkk., selaku Pemohon perkara Nomor 71/PUU-XVI/2018. Pemerintah menilai Pasal 326 UU Pemilu justru menguraikan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh calon presiden dan wakil presiden dalam pengelolaan dana kampanye agar tidak terjadi politik uang, di antaranya kewajiban audit, keterbukaan pendanaan, dan diumumkan pada publik.
Hal demikian disampaikan Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kemenkum HAM Ninik Hariwanti mewakili Pemerintah dalam sidang lanjutan pengujian UU Pemilu pada Senin (22/10) di Ruang Sidang Pleno MK. “Unsur kehati-hatian penerimaan dana kampanye diatur pada banyak pasal. Dengan demikian kekhawatiran Pemohon tersebut tidak berdasar dan keliru,” jelas Ninik.
Ninik melanjutkan kendati pemberian dana kampanye yang berasal dari calon presiden dan wakil presiden serta partai politik tidak diberi batasan terhadap besarannya, ia menjelaskan bahwa hal tersebut tetap menjadi tanggung jawab yang para calon yang bersangkutan. Tak hanya itu, dana yang diperoleh tersebut haruslah ditempatkan pada rekening khususserta jelas tertulis dalam pembukuan dana kampanye.
“Jadi, semua kontrak dan pengeluaran sebelum masa kampanye diatur dan pengelolaannya juga diatur sampai pada masa-masa kampanye. Dan sumbangan dari pihak lain, termasuk kontrak dan pengeluaran yang dikeluarkan pasangan calon harus dilaporkan dalam audit yang jelas,” imbuhnya di hadapan sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman tersebut.
Selain itu,Ninik menambahkan pula bahwa peserta pemilu juga dilarang menerima sumbangan dari yang tidak jelas identitasnya, yang menurut kewajaran dan kepatutan tidak mungkin memberikan bantuan dana kampanye. Dengan demikian, kekhawatiran Pemohon berupa pemberian dana kampanye tidak dalam kisaran yang wajar menurut Pemerintah hal tersebut hanyalah asumsi yang tidak berdasar dan keliru. Bahkan tim kampanye dilarang menerima dana kampanye dari yang tidak jelas sumbernya. “Jika pun terjadi yang diasumsikan para Pemohon yakni tanpa dicatat identitasnya, maka terhadap tindakan tersebut terdapat aturan pidana yang mengatur kecurangan tersebut,” urai Ninik.
Sebelumnya, para Pemohon yang terdiri atas Dorel Almir, Abda Khair Mufti, dan Muhammad Hafidz menyatakan aturan sumber dana kampanye sebagaimana tercantum dalam Pasal 326 UU Pemilu berpotensi merugikan hak konstitusionalnya. Ketentuan tersebut merugikan karena tidak mengatur mengenai batasan pemberian dana kampanye untuk pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang berasal dari salah seorang atau pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden maupun partai politik. Sebagai peserta pemilu, pasangan calon presiden dan wakil presiden ataupun partai politik diberi hak menerima sumbangan dana kampanye yang tidak mengikat perorangan dan tidak boleh melebihi 2,5 miliar rupiah atau yang berasal dari kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang tidak boleh melebihi 25 miliar rupiah. Akan tetapi, UU Pemilu tidak mengatur mengenai batasan pemberian dana kampanye untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang bersangkutan maupun dari parpol.
Oleh karena itu, Pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi menyatakan Pasal 326 UU Pemilu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dana kampanye untuk pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang berasal dari perseorangan mencakup pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tidak boleh melebihi Rp85.000.000.000,00 (delapan puluh lima miliar rupiah), maupun yang berasal dari kelompok mencakup partai politik dan/atau gabungan partai politik tidak boleh melebihi Rp850.000.000.000,00 (delapan ratus lima puluh miliar rupiah), perusahaan, dan/atau badan usaha non pemerintah. Apabila pasal a quo dinyatakan konstitusional bersyarat, tambah Darel, selaku warga negara yang juga berkewajiban menjaga penyelenggaraan pemilu yang jurdil, para Pemohon mengharapkan agar pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih nantinya tidak diganggu oleh kepentingan penyumbang-penyumbang fiktif yang dapat merugikan kepentingan umum.
Sebelum menutup persidangan, Anwar menyampaikan sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu, 14 November 2014 pukul 11.00 WIB. Untuk itu, diharapkan kepada pihak Pemohon atau Pihak Terkait untuk memberikan keterangan tertulis minimal dua hari sebelumdilakukan persidangan berikutnya. (Sri Pujianti/LA)