Pembagian urusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait jasa konstruksi menyangkut penyelenggaraan pelatihan tenaga ahli konstruksi dan penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi cakupan daerah provinsi. Dengan demikian, sertifikasi dan registrasi badan usaha serta tenaga kerja konstruksi bukanlah urusan yang diotonomikan kepada daerah (konkuren).
Hal ini disampaikan oleh Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Syarif Burhanudin dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (UU Jasa Konstruksi). Sidang ketiga perkara Nomor 70/PUU-XVI/2018 tersebut digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (22/10) siang. Selain itu, Syarif menyebut Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Aceh selaku Pemohon mencampuradukkan kewenangan antara pemerintah provinsi dengan LPJK provinsi mengenai urusan jasa konstruksi. Padahal, lanjutnya, keduanya memiliki kewenangan dan fungsi berbeda.
“Para Pemohon seolah-olah mencampuradukkan kewenangan Pemerintah Provinsi berdasarkan pembagian urusan dalam UU Nomor 24/2014 dengan tugas fungsi LPJK Provinsi yang notabene merupakan lembaga independen dan mandiri yang tidak menjadi bagian dari Pemerintah Daerah dan dalam pelaksanaan kegiatannya, tidak terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah itu sendiri,” jelas Syarif di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman.
Selain itu, Syarif menguraikan sertifikasi dan registrasi badan usaha dan tenaga kerja konstruksi dilakukan menteri sebagai bagian dari proses pencatatan dalam rangka pembentukan database nasional Badan Usaha Jasa Konstruksi untuk keperluan pembinaan dan pengawasan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Syarif menjelaskan kewenangan sertifikasi (klasifikasi dan kuaifikasi) tenaga kerja konstruksi dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi sesuai dengan Pasal 70 dan Pasal 71 UU Jasa Konstruksi. Dalam pasal-pasal tersebut, lembaga sertifikasi profesi dibentuk oleh asosiasi profesi terakreditasi serta lembaga pendidikan dan pelatihan yang teregistrasi. Sebelum terbentuknya lembaga sertifikasi profesi, lanjut Syarif, LPJK Provinsi bersama-sama unit sertifikasi tenaga kerja tetap menjalankan tugas sertifikasi dan registrasi tenaga kerja konstruksi.
Kemudian, Syarif melanjutkan Pasal 68 ayat (4) UU Jasa Konstruksi mengatur ketentuan mengenai klasifikasi dan kualifikasi tenaga kerja konstruksi diatur lebih lanjut oleh menteri sebagai pembina jasa konstruksi. Menteri, lanjutnya, sebagai pembina jasa konstruksi yang memiliki kewenangan untuk mengatur hal-hal yang terkait dengan kepentingan publik di bidang jasa konstruksi.
“Hal ini untuk memberikan kepastian hukum bagi tenaga kerja konstruksi dan masyarakat jasa konstruksi yang memanfaatkan tenaga kerja konstruksi. Dengan demikian, UU Nomor 2/2017 justru memberikan kepastian hukum terkait sertifikasi tenaga kerja konstruksi dan ketentuan ini tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” tandasnya.
Permohonan yang diajukan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Aceh dan Azhari A. Gani selaku pengurus LPJK Aceh. Pemohon menguji tujuh pasal dalam UU No. 2/2017, di antaranya Pasal 30 ayat (2), ayat (4), ayat (5) yang menyebutkan, (2) Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan melalui suatu proses sertifikasi dan registrasi oleh Menteri. (4) Untuk mendapatkan sertifikat badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha jasa konstruksi mengajukan permohonan kepada Menteri melalui lembaga sertifikasi badan usaha yang dibentuk oleh asosiasi badan usaha terakreditasi. (5) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan oleh Menteri kepada asosiasi badan usaha yang memenuhi persyaratan: a. jumlah dan sebaran anggota; b. pemberdayaan kepada anggota; c. pemilihan pengurus secara demokratis; d. sarana dan prasarana di tingkat pusat dan daerah; dan e. pelaksanaan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Para Pemohon yang tergabung dalam LPJKP Aceh merupakan perwakilan masyarakat jasa konstruksi di daerah yang telah bekerja kurang lebih 17 tahun dalam mengembangkan jasa konstruksi dengan ditunjang oleh infrastruktur dan sumber daya manusia yang lengkap. LPJKP berada di 34 provinsi, yang untuk pertama kali dibentuk pada tahun 2001 atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, yang merupakan peraturan pelaksana dari UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Menurut Pemohon, adanya ketentuan Pasal 30 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) UU 2/2017, Menteri mengambil hak konstitusional para Pemohon yang selama ini telah menyelenggarakan sertifikasi badan usaha jasa konstruksi secara profesional, transparan, dan akuntabel. Dengan demikian, terjadi sentralisasi dan birokratisasi penyelenggaraan registrasi dan sertifikasi badan usaha jasa konstruksi. (Lulu Anjarsari)