Ketua MK Anwar Usman mengatakan, saat ini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki tugas dan kewenangan yang luar biasa. Bahkan ada usulan beberapa pihak bahwa pengadilan pemilu berada di bawah Bawaslu.
“Kewenangan dan usulan ini bukan datang tiba-tiba, tetapi berkat kinerja, kesungguhan Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang bekerja di Bawaslu dalam menyikapi setiap laporan yang ada, setiap sengketa sampai pada putusan,” ucap Anwar sebelum membuka resmi kegiatan “Bimbingan Teknis Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilu 2019 Bagi Bawaslu Angkatan I.”
Lebih lanjut, Anwar mengungkapkan bahwa belum lama ini ia mengikuti pertemuan sejumlah negara di Argentina. Satu di antaranya membahas masalah hukum, termasuk hukum pemilu.
“Kita tahu bahwa MK Republik Indonesia termasuk MK yang baru di dunia. Tetapi, MK Republik Indonesia mampu menunjukkan prestasi, mampu memberikan arah yang sehingga oleh beberapa MK di dunia dijadikan panutan terlepas dari beberapa masalah yang pernah menimpa MK Republik Indonesia. Hal ini tentu berkat kerja sama semua pihak. Betul bahwa sebagian putusan MK didasarkan pada keterangan Bawaslu. Selama ini Bawaslu selalu memberikan keterangan, fakta, data yang benar dan apa adanya. Tidak didasarkan ada apanya,” tambah Anwar.
Dikatakan Anwar, ketika mereka tidak mampu mengemban amanah akibat dari sistem yang keliru dan tanpa pengawasan ketat serta objektif dari Bawaslu, maka akan lahir seorang gubernur, bupati, walikota, anggota DPR yang tidak amanah. Bahkan terlibat dalam kasus korupsi.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Abhan menyampaikan Pemilu 2019 berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu 2019 dilakukan secara serentak untuk yang pertama kali. “Atau dengan istilah pemilu lima kotak suara. Dengan segala kompleksitas dan dinamika Pemilu 2019, itulah yang akan dihadapi jajaran penyelenggara. Baik KPU maupun Bawaslu,” ucap Abhan.
Hal lain yang membedakan Pemilu 2019 dengan pemilu sebelumnya, sambung Abhan, mengenai ketentuan parliamentary threshold yang pada 2014 adalah 3,5%. Namun pada Pemilu 2019 berubah jadi 4% untuk parliamentary threshold.
“Kenaikan persentase ini akan berimbas pada persoalan kontestasi antara peserta Pemilu 2019. Pada 2014 yang lolos dengan ketentuan 3,5% adalah 10 parpol yang ada di parlemen. Saat ini ada 16 parpol yang berkontestasi dan berkompetisi untuk bisa lolos memenuhi ambang batas 4%. Pengamat politik memperkirakan tidak lebih dari 8 parpol yang bisa lolos. Artinya, tingkat kontestasi 16 parpol betul-betul akan dinamis. Mereka harus bisa masuk 8 besar parpol,” imbuh Abha.
Selain itu, menurut Abhan, hal yang berbeda adalah ketentuan proporsional terbuka masih digunakan dalam sistem Pemilu 2019. Artinya, kontestasi antara calon legislatif (caleg) dalam satu parpol juga akan dinamis. Caleg-caleg harus berkompetisi dengan sesama teman dalam satu parpol.
Sedangkan Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Budi Achmad Djohari menyampaikan bahwa tujuan penyelenggaraan kegiatan Bimbingan Teknis Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2019 adalah untuk memberikan pemahaman mengenai prosedur, mekanisme dan tahapan serta kegiatan dalam penyelesaian perselisihan hasil Pemilu 2019 yang akan menjadi para pihak, antara penyelenggara pemilu seperti Bawaslu, KPU serta partai politik, calon anggota DPD, advokat maupun para pemantau pemilihan.
“Bimbingan Teknis Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2019 Bagi Bawaslu Angkatan I” digelar pada 18-20 Oktober 2018 yang diikuti sebanyak 160 peserta dari para pejabat struktural maupun fungsional Bawaslu se-Indonesia. (Nano Tresna Arfana/LA)