Ketua MK Anwar Usman menjadi pembicara dalam Seminar Nasional yang mengangkat tema “Mewujudkan Pileg dan Pilpres Serentak yang Berintegritas” pada Jumat (19/10) malam. Dalam acara yang bertempat di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) tersebut, Anwar yang didampingi oleh Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah menyampaikan mengenai hukum dan konstitusi.
Anwar menjelaskan bahwa hukum dan konstitusi merupakan tiang negara. Ia menyampaikan runtuhnya sebuah negara dibuktikan dengan hancurnya hukum dan konstitusi negara tersebut. “Maju mundurnya suatu bangsa bukan karena ekonomi. Karena banyak negara yang ekonominya maju malah hancur, seperti Rusia atau Uni Soviet. Hukum dan konstitusi merupakan tiang keberlangsungan sebuah negara, apalagi jika hukum dan konstitusi dipermainkan,” jelasnya di hadapan para civitas akademika UKSW.
Anwar menegaskan bahwa Indonesia bukan negara agamis ataupun sekuler, melainkan negara Pancasila. Akan tetapi, lanjutnya, Pancasila tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama yang berkembang di Indonesia. “Tidak ada salah satu sila dalam Pancasila bertentangan dengan nilai-nilai agama yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, Anwar menyinggung bahwa setiap negara di dunia menganut demokrasi apapun system pemerintahan yang dipilih, meski negara tersebut menganut komunisme. Ia memisalkan Argentina yang memilih presiden setiap empat tahun sekali. Meski dibatasi hanya untuk dua periode, mantan presiden dapat dipilih kembai setelah lewat satu periode berikutnya. “Hal ini berbeda dengan kita,” imbuhnya.
Anwar melanjutkan demokrasi di dunia berjalan secara anomali. Demokrasi yang semula dicita-citakan untuk kepentingan rakyat pada faktanya justru berbalik. “Demokrasi yang berjalan justru digerakkan secara elitis karena digerakkan oleh segelintir orang yang memiliki modal besar atau mereka yang dekat dengan pemilik modal. Hal ini dimaklumi karena untuk menggerakkan roda demokrasi dibutuhkan modal yang besar,” terangnya.
Oleh karena itu, untuk mengevaluasi demokrasi, maka dilakukan perubahan terhadap UUD 1945 pada masa reformasi. Pemilu yang dijalani saat ini, lanjut Anwar, merupakan konsekuensi dari paham demokrasi dan nomokrasi dan paradigma konstitusi. “Setelah dilakukan perubahan, paradigm inilah yang mengubah negara kita menjadi negara hukum yang berasaskan demokrasi atau negara hukum yang demokratis. Hal ini dilakukan dalam perubahan UUD 1945 dengan menempatkan nomokrasi, selain demokrasi. Perubahan paradigma ini untuk mengoreksi system demokrasi bangsa Indonesia di masa lalu,” paparnya.
Dalam acara tersebut, MK juga menjalin kerja sama dengan UKSW melalui penandatanganan nota kesepahaman. Selain itu, digelar pula Focus Group Discussion (FGD) sebagai rangkaian dari acara. (Lulu Anjarsari)