Peneliti Mahkamah Konstitusi (MK) Pan Mohamad Faiz menjelaskan tentang dinamika perkara yang masuk ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini dikemukakan Faiz saat menerima kunjungan 12 Mahasiswa Hukum Universitas Indonesia (UI) berkunjung ke MK pada Kamis (18/10) siang.
Dalam kesempatan tersebut, Faiz menegaskan tidak harus advokat yang berperkara di MK. Ia menegaskan masyarakat umum yang bukan advokat bisa beracara di MK. Beberapa kasus, lanjutnya, dimenangkan oleh Pemohon yang berasal dari masyarakat umum. “Ada seorang mantan sekuriti bernama Marten Boiliu yang perkaranya dikabulkan. Saat itu, dia menguji UU Ketenagakerjaan,” jelasnya kala menjawab salah satu pertanyaan mahasiswa.
Faiz melanjutkan meski berprofesi sebagai sekuriti, Pemohon juga menjalani proses berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Bung Karno. Hal ini secara tidak langsung turut memenangkan dirinya saat berperkara di MK.
Meski demikian, lanjut Faiz, ada beberapa kasus yang gagal di MK, semisal pasangan suami istri yang mempermasalahkan usahanya dipailitkan. Namun, perkara ini kandas di MK sebab perkara tersebut bukanlah termasuk masalah konstitusionalitas norma, melainkan kasus konkret.
“Di sisi lain, MK juga sudah membatalkan aturan hanya Advokat yang boleh beracara di pengadilan. Itu tidak sesuai dengan kondisi di masyarakat bawah,” jelasnya di Ruang Konferensi MK.
Faiz menjelaskan akses terhadap pelayanan hukum kepada masyarakat masih sedikit. Hal ini menyebabkan bantuan hukum kampus maupun LBH menjadi tumpuan masyarakat saat berperkara hukum.
Terkait pengawasan hakim konstitusi, Faiz menjelaskan peran Dewan Etik MK. “Dewan Etik dibentuk paska kasus pak Akil. Dimana tertangkap KPK menerima suap kasus pilkada,” jelasnya.
Dewan Etik, kata Faiz, terdiri atas tiga orang yang berasal dari tokoh masyarakat, akademisi, serta mantan hakim MK. Peran Dewan Etik, lanjutnya, mengawasi 24 jam tindak-tanduk hakim konstitusi. Faiz juga menjelaskan mengenai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang dibentuk karena pelanggaran berat yang dilakukan hakim konstitusi. Misalnya, ketika kasus OTT yang dialami Patrialis Akbar.
Saat kunjungan, Faiz juga menjelaskan fitur-fitur yang terdapat dalam laman MK. Ia menjelaskan sidang yang sedang diperiksa MK dapat dipantau melalui laman MK (www.mkri.id). “Ada fitur video conference untuk melihat sidang secara online. Ada juga fitur risalah untuk membaca percakapan selama sidang,” jelasnya. (Arif Satriantoro/LA)