Ketua MK Anwar Usman membuka sekaligus memberikan ceramah kunci dalam Bimtek Teknis Hukum Acara Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019 bagi Partai Kebangkitan Bangsa pada Senin-Rabu (15-17/10) di Pusat Pendidikan dan Pancasila, Cisarua, Jawa Barat.
Dalam pemaparannya, Anwar mengatakan demokrasi di Indonesia terus mengalami perubahan. “Sejak Indonesia merdeka, beberapa sistem pemilu dan demokrasi telah diterapkan, namun sistem tersebut harus diperbaharui dan dievaluasi sesuai dengan zamannya,” imbuh Anwar di hadapan 160 peserta bimtek.
Menurut Anwar, dahulu pasca Indonesia merdeka, pelaksanaan demokrasi dan pemilu yang mendapat pujian baik dari masyarakat nasional maupun internasional, yakni pemilu yang dilaksanakan pada 1955. “Pemilu tersebut mendapat pujian karena dilaksanakan dengan jujur, adil dan transparan meski pemilu tersebut merupakan pemilu pertama,” terang Anwar.
Namun, pasca pemilu 1955, demokrasi dan pemilu seolah hanya rutinitas belaka, yang wajib dilaksanakan sesuai dengan kalender ketatanegaraan yang ada. Bahkan, banyak pendapat dan ahli yang mengatakan, bahwa demokrasi yang berjalan pasca pemilu 1955, bersifat lips service semata, hanya sekadar memenuhi syarat untuk disebut sebagai sebuah negara demokrasi.
Oleh karena itu, untuk mengevaluasi demokrasi dan pemilu, dilakukanlah perubahan UUD 1945. Pemilihan umum yang dijalani saat ini, merupakan bagian dari konsekuensi anutan paham sistem demokrasi dan nomokrasi yang menjadi paradigma setelah dilakukannya perubahan pada tahun 1999-2002.
“Paradigma inilah yang kemudian memberikan label kepada negara kita, sebagai demokrasi yang berdasarkan atas hukum (constitutional democracy) atau negara hukum yang demokratis (democratische rechstaat),” tambahnya.
Saat ini, Anwar mengatakan, Indonesia sering dikatakan sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, atau ada pula yang mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar ketiga atau keempat di dunia. Ketika berbicara demokrasi, pandangan kalangan selalu merujuk kepada negara adidaya Amerika Serikat. Pandangan tersebut mungkin saja tidak salah, namun jika dibandingkan negara kita, dalam konteks sistem pemilihannya (one man one vote), bisa saja negara Indonesia lebih demokratis dari pada negara adidaya tersebut.
Untuk menjaga proses demokrasi dan mencapai hasil pemilu yang diharapkan, Anwar menjelaskan dibutuhkan kerja sama dan sinergitas seluruh organ negara terkait penyelenggaraan pemilu—dalam hal ini KPU, Bawaslu, DKPP, Kepolisian, Kejaksaan, pengadilan, MK dan seluruh elemen masyarakat. Keseluruhan elemen tersebut, harus bersinergi untuk menyukseskan pemilu demi terjaganya kedaulatan rakyat.
Anwar juga menegaskan, kesuksesan penyelenggaraan kegiatan penyelesaian perselisihan hasil pemilu di MK, tidak semata bergantung pada MK saja. Melainkan juga bergantung kepada berbagai pihak terkait.
Dalam kesempatan ini, Anwar juga ingin menyampaikan pesan secara khusus kepada pengurus partai politik (parpol) beserta jajarannya, bahwa partai politik merupakan pilar demokrasi dan pemain kunci bagi terselenggaranya pemilu 2019 yang sukses dan demokrasi. Untuk itulah, alasan kegiatan bimtek digelar oleh MK bekerja sama dengan parpol. MK berharap terbangun sinergitas kerja antarpenyelenggara negara dengan institusi demokrasi demi mewujudkan amanat UUD 1945 dalam rangka membangun negara demokratis yang berdasarkan hukum.
Di akhir paparannya, Anwar pun berharap agar peserta bimtek dan MK dapat sama-sama mengawal proses demokrasi dalam pemilihan umum serentak, yang akan dijalani pada tahun 2019 nanti demi terselenggaranya pemilu yang berjalan secara demokratis dan sesuai dengan asas-asas yang ditegaskan dalam konstitusi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Utami/LA)