Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Feri Amsari selaku kuasa hukum Pemohon Perkara Nomor 74/PUU-XVI/2018 menyampaikan sejumlah perbaikan.
“Saran-saran dalam persidangan sebelumnya menyatakan ada beberapa hal yang perlu ditambahkan untuk memperkuat legal standing dalam perkara ini. Kami sudah masukkan itu semua bahwa dua perwakilan yang mewakili badan hukum sudah dicantumkan di dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Bahwa memang ketua masing-masing lembaga berhak mewakili baik keluar maupun ke dalam,” ujar Feri kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Hal lain, Pemohon meminta agar tidak hanya satu kasus yang menjadi contoh. “Kami sudah menambahkan perkara berkaitan dengan Undang-Undang Pangan, sudah kami cantumkan dalam permohonan. Kemudian juga meminta agar Pemohon mencantumkan kenapa ada alasan di huruf Z itu tindak pidana yang diancam 4 tahun ke atas? Sebagaimana minggu yang lalu, kami sudah menyinggung bahwa 4 tahun itu timbul karena ada semacam konvensi transnational organized crime. Jadi kejahatan trans nasional yang konvensi itu mencantumkan bahwa kejahatan serius adalah 4 tahun ke atas,” jelas Feri.
Menurut Pemohon, dalam tindak pidana pencucian uang, tidak hanya berkaitan dengan kejahatan serius atau kejahatan berat yang diatur dalam transnational organized crime. Tapi juga bisa dalam perkara-perkara yang tindak pidananya tidak tergolong sebagai serious crime.
“Kami juga mengutip bahwa diskusi atau perdebatan mengenai 4 tahun ke atas itu termaktub dalam memorie van toelichting pembahasan Rancangan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kami kutip di sini supaya bisa ditelusuri sumber kenapa kemudian dimaktubkan tindak pidana 4 tahun atau lebih. Tapi kami juga menjelaskan bahwa terdapat perkara-perkara lain yang di bawah 4 tahun yang berpotensi menjadi tindak pidana pencucian uang namun tidak ditindaklanjuti dengan baik perkara tersebut,” dalih Feri.
Sebagaimana diketahui, Lembaga Anti Pencucian Uang Indonesia (LAPI), Yayasan Auriga Nusantara, Charles Simabura, Oce Madril dan Abdul Ficar Hadjar selaku Pemohon menguji Pasal 2 ayat (1) huruf z dan penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Satu pasal dan satu penjelasan dari Undang-Undang Nomor 8 ini, menurut Pemohon, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan beberapa alasan. Pertama, pertentangan itu timbul karena dalam Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional.
Jika diamati, Pemohon beranggapan bahwa sebenarnya tindak pidana pencucian uang itu berdasarkan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 8 adalah merupakan tindak pidana yang mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan. Dalam konteks ini, keberadaan Pasal 2 ayat (1) huruf z dan penjelasan Pasal 74 menyebabkan upaya untuk melakukan pemberantasan tindak pidana pencucian uang menjadi tidak maksimal. (Nano Tresna Arfana/LA)