Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan uji materiil Pasal 172 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), pada Kamis (4/10). Agenda sidang Perkara Nomor 77/PUU-XVI/2018, yakni memeriksa perbaikan permohonan.
Kuasa Hukum Pemohon Mangapul Sitorus menyatakan memperbaiki bagian kedudukan. Ia menyatakan dirinya mendapat kuasa dari PT Manito World yang diwakili oleh Kim Nam Hyun selaku Direktur. Selanjutnya, dirinya melampirkan Putusan dari PHI Bandung.
“Terakhir, kita telah melengkapi dengan bukti-bukti anggaran dasar dan surat kuasa. Mengenai substansi permohonan, tetap, hanya untuk meminta penambahan yang mengenai rekam medik dan surat sakit, Yang Mulia,” tegasnya dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih tersebut.
Sebelumnya, Karyawan PT Manito World kembali mengajukan uji materiil terkait aturan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi pekerja/buruh yang memiliki sakit berkepanjangan sebagaimana diatur dalam Pasal 172 UU Ketenagakerjaan. Perkara yang teregistrasi dengan nomor perkara 77/PUU-XVI/2018 ini diajukan oleh Banua Sanjaya Hasibuan, David M. Agung Aruan, dan Achmad Kurnia selaku karyawan di PT Manito World.
David M. Agung Aruan yang mewakili Pemohon menjelaskan berkeberatan dengan keberlakuan Pasal 172 UU Ketenagakerjaan yang dinilai merugikan hak konstitusionalnya. Pasal 172 UU Ketenagakerjaan menyatakan, “Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang pengganti hak 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4).”
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan hak-hak konstitusionalnya potensial dirugikan atas berlakunya Pasal 172 UU Ketenagakerjaan, karena pekerja/buruh dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan menerima kompensasi apabila ia mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan tanpa disertai/dibuktikan dengan rekam medis dari kedokteran. Ketiadaan kewajiban melampirkan bukti rekam medis dalam ketentuan tersebut, menurut Pemohon, akan membahayakan Pemohon serta para pengusaha karena akan mengalami kerugian yang cukup besar hingga dapat mengalami kebangkrutan karena harus membayar kewajiban karena pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh tersebut.
Untuk itu, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 172 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan direvisi atau penambahan materi tentang rekam medis yang mana bunyinya akan seperti ini “Pekerja buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan sekaligus memberikan bukti Rekam Medis dari Kedokteran atau keterangan resmi dari rumah sakit baru bisa diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang pengganti hak 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4)“. (Arif/LA)