Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU Penodaan Agama) pada Kamis (4/10) di Ruang Sidang Panel MK. Dalam sidang perbaikan permohonan yang teregistrasi Nomor 76/PUU-XVI/2018 tersebut, Pemohon menyampaikan poin-poin perbaikan, di antaranya menambahkan foto-foto kegiatan para Pemohon dalam melakukan kegiatan keagamaan dan public speaking serta memperkuat alasan permohonan.
Menurut Aisyah selaku Pemohon, berkaitan dengan UU a quo telah ada tiga permohonan sebelumnya yang diajukan pada 2009, 2012, dan 2017. Namun, permasalahan yang diujikan pada permohonan perkara a quo tidak pada penerapan hukum seperti perkara-perkara sebelumnya. “Para Pemohon dalam hal ini mempermasalahkan susbtansi dari UU a quo terkait dengan fundamental dari agama itu sendiri. Hal ini bertentangan dengan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945,” jelas Aisyah di hadapan sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams yang didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Arief Hidayat.
Sebelumnya, Pemohon atas nama Zico Leonard Djagardo Simanjuntak (Pemohon I) dan Aisyah Sharifa (Pemohon II) yang merupakan mahasiswa hukum ini menyatakan Pasal 4 UU Penodaan Agama berpotensi merugikan hak konstitusionalnya. Pemohon menyampaikan bahwa pihaknya sering mendapatkan kesempatan untuk melakukan public speaking, baik sebagai pembicara dalam berbagai seminar, forum diskusi, maupun konferensi. Dalamkegiatan-kegiatan tersebut, para Pemohon menilai harus tetap berpegang teguh pada iman yang diyakini oleh masing-masing.
Dengan adanya pasal a quo, lanjut Zico, memungkinkan setiap orang yang menganut agama tertentu untuk menyalahkan agama lain yang tidak dianggap benar olehnya. Padahal setiap agama pada dasarnya memang berbeda-beda dan setiap agama dianggap benar oleh pengikutnya masing-masing. Untuk itulah, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi menyatakan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, Pemohon meminta agar Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan segala akibat hukumnya. (Sri Pujianti/LA)