Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) pada Rabu (26/9) di Ruang Sidang Panel MK. Dalam sidang dengan agenda perbaikan permohonan ini, Abdul Hakim selaku Pemohon perseorangan warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai karyawan PT Internusa Food menyampaikan beberapa hal dalam penyempurnaan permohonannya. Salah satunya menyertakan Putusan MK Nomor 27/2011 bertanggal 17 Januari 2012 dan Putusan MK Nomor 7/2014 bertanggal 4 November 2015, yang memutus perihal uji UU Ketenagakerjaan.
Misalnya dalam Putusan Nomor 27/2011, tambah Abdul, MK berpendapat apabila terjadi perselisihan mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam perubahan status PKWT menjadi PKWTT yang tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa yang tersedia di luar pengadilan, maka perselisihan tersebut dapat diselesaikan melalui mekanisme peradilan.
“Maka menurut Pemohon apabila permohonan a quo yang mempersoalkan ketiadaan jaminan kepastian hak serta perlakuan yang sama atas hak untuk mendapatkan upah selama proses pemutusan hubungan kerja antara pekerja yang semula berstatus PKWT menjadi PKWTT dengan pekerja yang semula berstatus PKWTT dikabulkan, justru secara sempurna telah memberikan jaminan kepastian hukum atas peralihan dari PKWT menjadi PKWTT pada saat pekerja masih bekerja,” ujar Abdul di hadapan sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams yang juga didampingi oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih.
Sebelumnya, Pemohon perkara yang teregistrasi Nomor 72/PUU-XVI/2018 menyampaikan Pasal 59 ayat (7) UU Ketenagakerjaan berpotensi merugikan hak konstitusionalnya. Menurut Pemohon dengan diberlakukannya pasal a quo, sejak bekerja pertama kali tanggal 6 Maret 2012, Pemohon diikat oleh PT. Internusa Food dengan perikatan perjanjian kerja untuk waktu tertentu, yang telah dilakukan perpanjangan sebanyak 11 kali. Pemohon telah mengupayakan perubahan statusnya menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu melalui Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 6/Pdt.Sus-PHI/2018/PN.Jkt.Pst bertanggal 12 Juli 2018 (Putusan PHI).
Akan tetapi, Putusan PHI tersebut berakibat PT Internusa Food melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atas Pemohon secara sepihak sejak 28 Juli 2017 dengan alasan perjanjian PKWT telah berakhir. Pemohon juga menyampaikan bahwa sepanjang peralihan hubungan kerja yang semula dari PKWT menjadi PKWTT, Mahkamah Agung menghilangkan hak pekerja berupa upah selama proses PHK yang telah ditetapkan oleh PHI.
Untuk itu, Pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan keberlakuan Pasal 59 ayat (7) UU Ketenagakerjaan. Selain itu, Pemohon meminta agar pasal a quo dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika dimaknai meniadakan hak Pekerja atas upah selama proses pemutusan hubungan kerja yang semula didasarkan pada perjanjian kerja untuk waktu tertentu menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. (Sri Pujianti/LA)