Dalam rangka meningkatkan kesadaran berkonstitusi di kalangan masyarakat, Mahkamah Konstitusi bekerja sama dengan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, menggelar Pekan Konstitusi XI dengan tema “Menabur Nilai-nilai Konstitusi” pada 23 – 26 September 2018. Acara tahunan yang diselenggarakan oleh PUSaKO Fakultas Hukum Universitas Andalas bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ini diharapkan mampu menyebarluaskan kesadaran mengenai hak-hak konstitusional warga negara. Pekan Konstitusi XI “Menabur Nilai-nilai Konstitusi” juga diharapkan mampu meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap persoalan hukum dan konstitusi di Indonesia.
Acara ini dibuka secara resmi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih pada Minggu, 23 September 2018 di Hotel Grand Inna Muara, Padang. Hadir pula pada pembukaan acara, yaitu Wakil Sekretaris Jenderal MPR Selfi Zaini, Dekan Fakultas Hukum Universitas Andalas Zainul Daulay, dan Ketua PUSaKO Universitas Andalas Feri Amsari untuk menyampaikan sambutan. Dalam sambutannya, Feri Amsari sempat mengungkapkan kekagumannya terhadap para siswa peserta Pekan Konstitusi sebelumnya yang menurutnya memiliki pengetahuan konstitusi yang mengagumkan.
Pada kesempatan tersebut, peserta juga menerima kuliah umum yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dengan judul “Internalisasi Nilai-nilai Konstitusi”. Ia menyampaikan bahwa setiap komponen bangsa perlu mengerahkan upaya agar kesadaran berkonstitusi tumbuh di Indonesia. Menurutnya, hal tersebut bukan menjadi tanggung jawab MK semata. Di sisi lain, bangsa Indonesia berhadapan dengan persoalan literasi, yang menurutnya akan menghambat pertumbuhan kesadaran berkonstitusi itu sendiri. Ia mengungkapkan bahwa indeks literasi bangsa Indonesia amat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara yang berdekatan dengannya, yaitu Singapura dan Malaysia. Dalam kuliah umumnya, Iajuga menyinggung judicial review, yang merupakan kewenangan MK. Ia berpendapat bahwa semakin banyaknya perkara yang masuk merupakan pesan agar para pembuat undang-undang lebih berhati-hati dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Di saat yang bersamaan, banyaknya perkara yang masuk merupakan hal yang menurutnya menggemberikan karena mencerminkan spirit konstitusionalisme bangsa. “Spirit yang terkait dengan pembatasan (kekuasaan). Kita tahu persis apa yang dikatakan (dalam) Leviathan, bahwa ‘power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely’. Tidak ada kekuasaan yang tidak cenderung bersalah guna,” tutur Enny.
Rangkaian kegiatan yang digelar dalam Pekan Konstitusi XI “Menabur Nilai-nilai Konstitusi”, di antaranya Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI), Lomba Debat Konstitusi, Lomba Cerdas Cermat, dan Lomba Pidato Berbahasa Inggris. Kegiatan tersebut diperuntukkan bagi siswa tingkat SMA/sederajat sepulau Sumatera. Selain itu, diadakan juga Lomba Karya Tulis yang diperuntukkan bagi Guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Tema yang diangkat dalam setiap lomba disesuaikan dengan persoalan konstitusional yang sedang dihadapi bangsa, seperti “Hak Menjadi Kandidat dalam Pemilihan Umum bagi Mantan Terpidana” yang dipilih sebagai tema LKTI tahun ini. Sementara itu, dalam Lomba Debat Konstitusi, terdapat sepuluh mosi yang telah ditetapkan panitia penyelenggara, salah satunya adalah “Masa Jabatan Hakim Konstitusi Seumur Hidup”. Lomba Pidato Berbahasa Inggris mengangkat tema “Political Party Reform for Advancement of Constitutional Democracy in Indonesia”. Selanjutnya, dalam LKTI untuk Guru PKn dan IPS, isu strategis telah dipilih sebagai tema kegiatan, yaitu “Pemindahan Kewenangan Penyelenggaraan Pendidikan Menengah Atas dari Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Pemerintahan Provinsi”. (Raisa/LA)