Dorel Amir selaku Pemohon pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) menyampaikan sejumlah perbaikan. Perbaikan tersebut, menurutnya, yakni perubahan soal nama, gelar, nomor induk kependudukan dan nomor tanda anggota kepartaian dari Pemohon.
“Selain saya tambahkan di halaman 4 terkait dengan posisi saya di kelembangaan partai dalam hubungannya dengan aktivitas di partai. Bahwa Pemohon, belum pernah menjadi anggota DPR Republik Indonesia maupun daerah dan sesungguhnya pula Pemohon secara pribadi belum pernah terlibat dalam penyusunan, pembahasan, maupun pengesahan rancangan undang-undang. Meskipun Partai Golkar secara kelembagaan terlibat dalam proses rancangan undang-undang menjadi undang-undang. Jadi, Pemohon meskipun sebagai anggota partai, tidak terlibat dalam pembahasan soal rancangan undang-undangnya,” urai Dorel kepada Majelis Hakim yang dipimpin Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Aswanto pada Selasa (18/9) siang.
Selain itu, Pemohon menambahkan hal terkait keengganan parpol untuk mengatur batasan keanggotaan caleg di partai politik termasuk menekankan pentingnya AD/ART dalam tubuh partai politik. Alasannya karena partai politik tidak termotivasi untuk melahirkan kader-kader yang berkualitas dan memiliki pemahaman politik, sehingga sungguh-sungguh menjadi wakil masyarakat.
“Sebaliknya, justru partai politik lebih berkonsentrasi pada bagaimana mendapatkan perolehan suara yang besar secara instan dari rakyat untuk memenuhi parliamentary threshold, yaitu di antaranya dengan memberikan karpet merah kepada public figure, meskipun keanggotaan partai politiknya dibuat dalam waktu hitungan detik,” ungkap Dorel terkait permohonan dengan Nomor 67/PUU-XVI/2018.
Pemohon menyadari tidak sedikit caleg nonkader, baik yang dipinang oleh partai politik ataupun mendaftar secara sukarela ke partai politik, bukan sepenuhnya cerminan kegagalan partai politik dalam melahirkan kader-kader potensial. Sistem pemilihan umum yang bersifat proporsional, terbuka, mengakibatkan kecenderungan perekrutan bakal caleg (bacaleg) oleh partai politik secara personal, yang menempatkan popularitas lebih penting daripada pengkaderan.
“Hampir mustahil bagi partai politik untuk mendorong perubahan sistem proporsional terbuka menjadi tertutup, yang mengutamakan platform menjadi kebijakan partai yang justru lebih akan jelas,” tegas Dorel.
Sebagaimana diketahui, Pemohon telah mendaftarkan diri sebagai bakal caleg (bacaleg) anggota DPR di daerah pemilihan Sumatera Barat II melalui Partai Golkar. Pemohon merasa dirugikan dengan diberlakukannya Pasal 240 ayat (1) huruf n UU No. 7/2017 terkait tidak adanya pengaturan mengenai batasan waktu keanggotaan bagi anggota partai politik untuk menjadi bacaleg.
Sebagai anggota biasa di Partai Golkar, Pemohon tidak serta merta bisa menyusun persyaratan rekrutmen bacaleg di parpol yaitu mengenai persyaratan bacaleg yang harus sekurang-kurangnya harus menjadi anggota partai dalam batasan waktu tertentu. Sepanjang sepengetahuan Pemohon, di Partai Golkar tidak ada keanggotaan baru yang dibuka pada saat menjelang pendaftaran caleg.
Pemohon mengamati banyak bacaleg yang sesungguhnya bukan kader dari partai tersebut yang didaftar sebagai bacaleg. Pemohon menduga bahwa caleg ini direkrut sebagai bacaleg karena memiliki modal lain selain kualitas dan pemahaman pendidikan politik. Karena itulah, Pemohon melakukan pengujian materiil Pasal 240 ayat (1) huruf n UU No. 7/2017 yang menyebutkan “Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan: a. ....... b. ...... c. ....... n. Menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu”.
Pemohon mendalilkan, sebelum UU a quo diundangkan, dalam RUU tentang pemilihan anggota legislatif, presiden dan wakil presiden serta penyelenggaraan pemilu akan diatur rumusan norma yang mengatur persyaratan bakal calon legislatif pada Pemilu Tahun 2019 adalah sekurang-kurangnya telah menjadi anggota partai minimal 1 (satu) tahun agar bakal calon legislatif tersebut telah mendapatkan pendidikan politik dari partai politiknya dan telah mengetahui secara aktual tugas-tugas pokoknya. (Nano Tresna Arfana/LA)