Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) pada Selasa (18/9) di Ruang Sidang Panel MK. Dalam sidang perbaikan permohonan ini, Martinus Nuroso yang merupakan Ketua Forum Perjuangan Pensiunan BNI menyampaikan perbaikan norma pengujian, yang awalnya berupa Penjelasan Pasal 167 ayat (3)menjadi Pasal 167 ayat (3). Menurut Martinus, perubahan dilakukan setelah mempelajari asas-asas yang harus dipenuhi dalam pembuatan undang-undang.
“Asas-asas dalam pembuatan UU itu harus jelas, adil, dan berdaya guna. Menurut kami, justru pasal ini di normanya belum memenuhi syarat pembuatan UU sehingga membuat pasal ini tidak jelas dan berdampak pada multitafsir. Oleh pihak tertentu kemudian digunakan untuk membuat rumus perhitungan pesangon versinya sendiri dan bertentangan denganPenjelasan Pasal 167 ayat (3),” jelas Martinus terkait permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 68/PUU-XVI/2018 tersebut.
Lebih lanjut, Martinus menjabarkan bahwa penjelasan pasal a quo telah benar karena di dalamnya terkandung tiga variabel dari program pensiun, yaitu pesangon, uang pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha, dan iuran/preminya dibayar oleh pengusaha dan pekerja (sharing).
Selain itu, dalam sidang perbaikan permohonan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams yang didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih ini Martinus pun mempertegas kedudukan hukumnya selaku perseorangan warga negara berikut ketua organisasi melalui Akte Organisasi yang menyatakan dirinya selaku Ketua dapat mewakili organisasi, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Sebelumnya, Pemohon menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan norma batang tubuhnya yang menyatakan “diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang pensiun yang preminya/iurannya dibayar oleh pengusaha.” Menurut Pemohon, kerugian yang dialami oleh Pemohon bermula sejak 2013, yakni adanya kekurangan bayar uang pesangon pekerja yang di-PHK karena memasuki usia pensiun. Sehubungan dengan hal tersebut, Pemohon telah melakukan pertemuan dengan berbagai pihak untuk memperjuangkan haknya termasuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Akan tetapi, Keputusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor 68/PHI.G/2014/PN.JK.PST tanggal 11 September 2014 menolak gugatan Pemohon dengan alasan aturan pesangon telah diatur dalam pasal a quo. Para hakim pada persidangan tersebut menilai rumusan dan hasil perhitungan yang ada sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kesimpulannya, tidak terbukti adanya penyimpangan yang berakibat terjadinya kurang bayar sehingga tidak ada kewajiban bagi Tergugat untuk membayarkan kekurangan pesangon sebagaimana yang dituntut oleh para Penggugat.
Untuk itu, Pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi menyatakan UU Ketenagakerjaan terutama Pasal 167 ayat (3) berikut penjelasannya menimbulkan ketidakjelasan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. (Sri Pujianti/LA)