Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (Parpol), pada Rabu (5/9) di Ruang Sidang MK. Surya Kusmana, Siti Lidya Rahmi, dan Lilis Agus Nuryati yang merupakan satu keluarga menjadi Pemohon perkara yang teregistrasi dengan Nomor 69/PUU-XVI/2018 tersebut.
Dalam permohonannya, Pemohon menjelaskan bahwa UU Parpol bertentangan dengan Pancasila yang menjadi dasar negara sebagai representatif hukum perikatan kedaulatan Tuhan yang rumusan dikutip dan dicantumkan pada Pembukaan UUD 1945. Selain itu, UU Parpol juga dinilai bertentangan dengan Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (3) UUD 1945.
Lebih lanjut, Pemohon yang hadir tanpa didampingi kuasa hukum, menyebut implementasi UU a quo identik dengan meniadakan hak konstitusional para Pemohon sebagai warga negara dan sebagai generasi penerus bangsa. Pemohon pun mendalilkan Indonesia tidak bernegara atas dasar hukum liberalisme kedaulatan rakyat, demokrasi ataupun partai politik.
“Untuk itu, meminta agar Mahkamah menyatakan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189) bertentangan dengan UndangUndang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat,” tegas Siti saat membacakan petitum.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna meminta penegasan uji UU Parpol untuk pengujian materiil atau formil. Selain itu, ia mempertanyakan pada Pemohon terkait konsep hak konstitusional. “Sebab ada beberapa istilah yang tidak jelas. Misal adanya istilah hukum perikatan yang tidak merujuk kemana-mana dan hak konstitusional berdasarkan KBBI,” jelasnya.
Selain itu, Palguna juga meminta Pemohon memberikan penjelasan tentang kerugian aktual dan potensial dari UU a quo sebab belum ada penjelasan terkait hal tersebut. Menurutnya, permasalahan tersebut perlu dijawab dahulu sebelum masuk pada pokok permohonan.
Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan permohonan Pemohon belum sempurna karena tidak ada penjelasan tentang posita permohonan. Pemohon, kata dia, perlu menjelaskan pertentangan UU a quo dengan UUD 1945 dan Pancasila. (Arif/LA)