Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) untuk enam desa dan dua kecamatan dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara, Senin (17/9). Enam desa yang diharuskan melakukan pemungutan suara ulang, yakni Desa Bobaneigo, Desa Pasir Putih, Desa Tetewang, Desa Gamsungi, Desa Dum-dum, serta Desa Akelamo Kao. Sementara dua kecamatan yang harus melakukan pemungutan suara ulang, yakni Kecamatan Sana dan Kecamatan Taliabu Barat.
Dalam amar Putusan Nomor 36/PHP.GUB-XVI/2018 yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, Mahkamah menyatakan telah terjadi ketidakakuratan dalam penyusunan DPT dalam pemungutan suara di enam desa serta pelanggaran di dua kecamatan dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara Tahun 2018. Untuk itu, lanjut Anwar, Mahkamah memerintahkan kepada KPU Provinsi Maluku Utara (Termohon) untuk melakukan pemungutan suara ulang di enam desa dengan terlebih dahulu melakukan penyusunan Daftar Pemilih Tetap secara de facto, sesuai dengan KTP atau KK yang masih berlaku dari masing-masing pemilih yang memiliki hak pilih, yang didahului dengan melakukan pencocokan dan penelitian secara langsung. Selain itu, Mahkamah memerintahkan kepada Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di Kecamatan Sanana dan Kecamatan Taliabu Barat dengan perbaikan penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Memerintahkan pemungutan suara ulang dimaksud harus dilakukan dalam tenggang waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak putusan ini diucapkan. Memerintahkan kepada KPU RI untuk melakukan supervisi kepada KPU Provinsi Maluku Utara dalam melaksanakan pemungutan suara ulang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku Utara Tahun 2018. Memerintahkan kepada KPU Provinsi Maluku Utara untuk melaporkan kepada Mahkamah mengenai hasil pemungutan suara ulang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku Utara Tahun 2018 tersebut selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah pemungutan suara ulang tersebut dilaksanakan,” ujar Anwar.
Hak Pilih Tidak Digunakan
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, Pemohon mendalilkan adanya permasalahan pada enam desa yang sebagian besar masyarakatnya tidak mau menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara Tahun 2018 serta adanya penggunaan hak pilih oleh orang yang tidak berhak di Kecamatan Sanana dan Kecamatan Taliabu Barat.
Melalui fakta persidangan, Mahkamah menemukan penduduk yang memiliki hak pilih pada enam desa tidak seluruhnya menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara Tahun 2018. Keengganan masyarakat untuk melakukan pemilihan karena dampak dari pemekaran wilayah 6 (enam) desa yang sebelumnya masuk Kabupaten Halmahera Barat, kini secara administratif menjadi bagian dari Kabupaten Halmahera Utara. Mahkamah juga menemukan adanya keraguan-raguan pada sebagian besar masyarakat 6 desa yang memiliki hak pilih, karena meskipun terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kabupaten Halmahera Utara, namun secara de facto sebagian masih memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Halmahera Barat.
Suhartoyo menguraikan pada persidangan Mahkamah tanggal 20 Agustus 2018, saksi Pemohon bernama Abdullah Fara yang merupakan Kepala Desa Bobaneigo menyangkal pernah dilakukan pencocokan dan penelitian (Coklit) di daerah tempat tinggalnya. Akan tetapi, lanjutnya, pernyataan ini dibantah oleh saksi Termohon bernama Muhlis Kharie yang menyatakan bahwa Coklit telah dilakukan, namun tidak semua warga bersedia untuk diverifikasi, dan diakui secara de facto bahwa ada 2.494 warga yang memiliki KTP atau Kartu Keluarga (KK) Halmahera Barat dan 2.549 warga lainnya memiliki KTP Halmahera Utara. Terhadap hasil coklit ini, Termohon tetap menetapkan seluruh pemilih di wilayah 6 desa masuk ke dalam DPT Halmahera Utara.
Berdasarkan fakta hukum tersebut, Suhartoyo melanjutkan Mahkamah tidak dapat meyakini validitas DPT di 6 desa tersebut. Meskipun Mahkamah menilai Termohon tidak sepenuhnya keliru dalam menetapkan DPT dengan memasukkan seluruh warga 6 desa ke dalam DPT Halmahera Utara, karena memang secara de jure 6 desa dimaksud telah masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Halmahera Utara. Kecamatan Jailolo Timur yang memasukkan 6 desa sebagai bagian dari wilayahnya tidak lagi menjadi bagian dari Kabupaten Halmahera Barat berdasarkan Peraturan Daerah Halmahera Barat Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Halmahera Barat. Namun demikian, ada fakta hukum yang tidak bisa diabaikan bahwa sejumlah 2.494 warga tidak memiliki identitas Kabupaten Halmahera Utara, atau masih menggunakan KTP Kabupaten Halmahera Barat.
“Bahwa untuk mengakhiri ketidakpastian ini Mahkamah memerintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS pada 6 desa tersebut, dengan terlebih dahulu dilakukan perbaikan DPT yang secara de facto sesuai dengan KTP atau KK yang dimiliki oleh masing-masing pemilih. Untuk mengakhiri ketidakpastian ini Mahkamah memerintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS pada 6 desa tersebut, dengan terlebih dahulu dilakukan perbaikan DPT yang secara de facto sesuai dengan KTP atau KK yang dimiliki oleh masing-masing pemilih,” urai Suhartoyo.
Sedangkan terkait dua kecamatan, Mahkamah juga tidak meyakini Formulir C7-KWK dan Formulir A.Tb-KWK di Kecamatan Sanana dan Kecamatan Taliabu Barat yang dihadirkan Termohon, sehingga Mahkamah juga tidak bisa meyakini penyelenggaraan pemilihan di dua kecamatan dimaksud telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Arif/LA)