Untuk memperoleh kepastian hasil pemungutan suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Deiyai Tahun 2018, Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemungutan suara ulang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Deiyai di Distrik Kapiraya dan Kampung Diyai 1 Distrik Tigi Barat, Kabupaten Deiyai. Demikian Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Deiyai Tahun 2018 yang dibacakan pada Rabu (12/9) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang perkara yang teregistrasi Nomor 35/PHP.BUP-XVI/2018 ini dimohonkan Pasangan Calon Nomor Urut 4 Bupati dan Wakil Bupati Deiyai Inarius Douw dan Anakletus Doo.
Dalam amar Putusan Nomor 35/PHP.BUP-XVI/2018 yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman, Mahkamah menyatakan telah terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan pemungutan suara dengan cara noken di semua TPS di Distrik Kapiraya dan di TPS 1, TPS 2, TPS 3, dan TPS 4 Kampung Diyai I, Distrik Tigi Barat alam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Deiyai Tahun 2018. Selain itu, Mahkamah membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Deiyai Nomor 19/HK.03.1-Kpt/9128/KPU-Kab/VII/2018 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Di Tingkat Kabupaten Dalam Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Deiyai Tahun 2018, bertanggal 8 Juli 2018, sepanjang mengenai perolehan suara Pasangan Calon di semua TPS di Distrik Kapiraya serta perolehan suara di TPS 1, TPS 2, TPS 3, dan TPS 4 Kampung Diyai I, Distrik Tigi Barat. Pemungutan suara ulang dimaksud harus dilakukan dalam tenggang waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak putusan diucapkan.
“Memerintahkan Termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS 1 Mogodagi; TPS 1 Yamouwitina; TPS 1 Uwe Onagei; TPS 1 Idego; serta TPS 1, TPS 2, TPS 3, dan TPS 4 Komauto, Distrik Kapiraya; serta di TPS 1, TPS 2, TPS 3, dan TPS 4 Kampung Diyai I, Distrik Tigi Barat, yang diikuti oleh seluruh pasangan calon dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Deiyai Tahun 2018 dengan supervisi Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua dan Komisi Pemilihan Umum serta dengan pengawasan yang ketat oleh Bawaslu Kabupaten Deiyai yang disupervisi oleh Bawaslu Provinsi Papua dan Bawaslu,” jelas Anwar.
Tidak Teryakini
Dalam permohonannya, Pemohon mempersoalkan adanya perubahan perolehan suara pada rekapitulasi di dua distrik, yaitu Distrik Kapiraya dan Distrik Tigi Barat, yang mengakibatkan berkurangnya perolehan suara Pemohon. Menurut Pemohon, perubahan tersebut terjadi karena adanya kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh Termohon dan Pihak Terkait.
Dalam Pendapat Mahkamah yang dibacakan Hakim Konstitusi Suhartoyo, terkait dalil berkurangnya suara Pemohon oleh PPD Kapiraya akibat adanya kesepakatan di Distrik Kapiraya tanggal 8 Juli 2018, Termohon tidak mengajukan alat bukti tertulis yang dapat menunjukkan perolehan suara sebelum dan setelah terjadi perubahan, terutama formulir rekapitulasi di tingkat TPS, PPS, dan distrik. Ketiadaan alat bukti berupa dokumen resmi pemungutan suara tersebut, lanjut Suhartoyo, menyebabkan Mahkamah tidak memperoleh petunjuk lebih jauh mengenai perolehan suara yang benar.
Kemudian, Suhartoyo melanjutkan Mahkamah tidak dapat meyakini adanya kesepakatan masyarakat Distrik Kapiraya pada tanggal 20 Juni 2018. Seandainya pun kesepakatan masyarakat tersebut benar ada atau terjadi sebagaimana didalilkan saksi Termohon dan Pihak Terkait, saksi Ernest Kotouki yang diajukan Termohon dalam keterangannya justru secara tidak langsung, membantah adanya hasil kesepakatan adat dimaksud.Dalam persidangan, Mahkamah mencermati baik dalil dan pembuktian Pemohon, bantahan dan pembuktian Termohon, serta keterangan Pihak Terkait, tidak dapat meyakinkan Mahkamah mengenai data jumlah suara yang dipermasalahkan oleh Pemohon. Akan tetapi, lanjut Suhartoyo, justru fakta yang terungkap di persidangan memunculkan keraguan bagi Mahkamah akan argumentasi mengenai kevalidan data para pihak, terutama tidak adanya alat bukti dokumen yang terang dan keterangan saksi yang tegas serta konsisten.
“Ketiadaan hasil rekapitulasi yang dapat dipercayai dan diragukan kebenarannya jika kemudian disahkan atau diakui oleh Mahkamah, hal itu di samping menyalahi prinsip kesaksamaan dan kehati-hatian, sudah tentu akan menciptakan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Deiyai Tahun 2018 yang pada akhirnya mencederai perasaan keadilan. Dengan demikian, untuk memperoleh kepastian akan hasil pemungutan suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Deiyai Tahun 2018 Mahkamah berpendapat perlu dilakukan pemungutan suara ulang di Distrik Kapiraya,” jelas Suhartoyo.
Tidak Jelas
Terkait dengan dalil kesepakatan masyarakat bertanggal 2 Juni 2018, melalui Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, Mahkamah berpendapat isi kesepakatan berupa pembagian perolehan suara tersebut adalah hal yang mendasar atau substansial bagi seluruh kesepakatan adat dalam pemungutan suara. Palguna menjabarkan tidak adanya atau tidak jelasnya angka perolehan suara dalam kesepakatan dimaksud mengakibatkan tidak terdapat landasan sebagai dasar keyakinan Mahkamah untuk mempertimbangkan apakah hasil perolehan suara masing-masing pasangan calon di Kampung Diyai I akan didasarkan pada hasil kesepakatan masyarakat atau tidak. Dengan demikian Mahkamah berpendapat bahwa dalil Pemohon yang menyatakan memperoleh 2.000 suara di Kampung Diyai I berdasarkan kesepakatan masyarakat tidak dapat diyakini kebenarannya sehingga harus dinyatakan tidak terbukti menurut hukum.
Namun demikian, lanjut Palguna, hal tersebut tidak berarti bahwa Mahkamah secara serta-merta menyatakan hasil rekapitulasi yang dilakukan oleh Termohon adalah benar sebab alat bukti yang diajukan Termohon, baik berupa dokumen maupun keterangan saksi, tidak dapat meyakinkan Mahkamah bahwa perolehan suara yang benar adalah perolehan suara sebagaimana tercantum dalam Formulir C1-KWK awal di TPS.
Palguna menambahkan ketidakyakinan Mahkamah menjadi bertambah karena dalam hal terdapat perselisihan atau perbedaan pendapat antara para pasangan calon dengan KPU Kabupaten Deiyai sebagaimana diuraikan di atas, keterangan Panwaslu (sekarang Bawaslu) Kabupaten Deiyai sangat dibutuhkan. Namun ternyata Panwaslu Kabupaten tidak hadir dan tidak memberikan keterangan apapun dalam persidangan, bahkan Bawaslu Provinsi Papua dalam persidangan menerangkan bahwa seluruh komisioner Panwaslu/Bawaslu Kabupaten Deiyai telah diberhentikan sementara dengan alasan, salah satunya, diduga berpihak kepada pasangan calon.
Oleh karenanya, Mahkamah berpendapat, alat bukti para pihak sepanjang berupa rekomendasi Panwaslu/Bawaslu Kabupaten Deiyai yang dikeluarkan oleh komisioner yang telah diberhentikan sementara tersebut tidak dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan. Di sisi lain Bawaslu Provinsi Papua sebagai pihak yang mengambil alih tugas dan kewenangan Panwaslu Kabupaten Deiyai ternyata tidak dapat memberikan keterangan kepada Mahkamah mengenai pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Deiyai Tahun 2018.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, demi memberikan kepastian hukum sekaligus keadilan kepada para pihak dalam perkara a quo, sepanjang mengenai perolehan suara di Distrik Tigi Barat, Mahkamah berpendapat harus dilakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS yang dalam perkara ini dipermasalahkan apakah perolehan suaranya didasarkan pada kesepakatan adat atau tidak. TPS dimaksud adalah empat TPS di Kampung Diyai I, yaitu TPS 1, TPS 2, TPS 3, dan TPS 4 Kampung Diyai I,” tandas Palguna. (Sri Pujianti/LA)