Mahkamah Konstitusi (MK) bekerja sama dengan Universitas Udayana menggelar kegiatan Pekan Konstitusi dengan tema “Tegakkan Hukum dan Konstitusi untuk Memperkokoh Kesatuan NKRI”. Acara rutin yang dilaksanakan MK setiap tahun tersebut, diisi dengan berbagai kegiatan, di antaranya Lomba Cerdas cermat Tingkat SMP, kuliah umum dan seminar nasional, Lomba Pidato Hukum Konstitusi, dan Lomba Karya Tulis Ilmiah Konstitusi. Kegiatan yang juga diselenggarakan dalam rangka memperingati HUT Universitas Udayana ke-56 tersebut diselenggarakan pada Kamis-Sabtu (6-8/9).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dalam sambutannya, menyampaikan penyelenggaraan Pekan Konstitusi merupakan hasil kerja sama antara MK dan Universitas Udayana. Bagi Mahkamah Konstitusi, lanjutnya, kerja sama dengan perguruan tinggi merupakan kebutuhan. Kerja sama tersebut merupakan wujud komitmen Mahkamah Konstitusi sejak awal berdiri untuk turut mendorong peningkatan kualitas pendidikan tinggi, terutama pendidikan tinggi hukum. “Semakin tinggi tingkat kualitas lulusan pendidikan tinggi hukum, maka diharapkan kualitas berhukum bangsa ini, kualitas demokrasi kita, dan kesadaran berkonstitusi juga menjadi lebih mapan, lebih maju, dan lebih bermartabat,” ujar Guntur.
Menanggapi tema Pekan Konstitusi, Guntur menangkap pesan moral penting, yakni menegaskan kembali kepedulianterhadap keutuhan NKRI. Ia menyebut kunci keutuhan NKRI adalah semangat persatuan.
“Pada konteks ini, keutuhan NKRI akan dijaga dan diwujudkan antara lain dengan memahami nilai-nilai konstitusi kita, UUD 1945, dan mengamalkannya secara baik dan benar dalam kehidupan keseharian kita. Termasuk juga dalam konteks pembentukan hukum, keutuhan NKRI menjadi penjuru yang niscaya. Tak boleh ada pembentukan hukum yang mencederai, apalagi mengikis semangat kita sebagai satu kesatuan bangsa negara Indonesia,” tegas Guntur.
Konstitusi dan NKRI
Dalam kesempatan itu, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna yang mengisi kuliah umum sekaligus membuka acara tersebut, menyampaikan bahwa semangat yang terkandung dalam UUD 1945 adalah semangat Kebangsaan Indonesia sebagaimana diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 yang diturunkan dari pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945. Selain itu, ia juga menuturkan bahwa dalam paham Kebangsaan Indonesia tersebut tertanam Pancasila sebagai dasar negara. Hal tersebut menjadikan Pancasila sekaligus merupakan ideologi negara.
“Paham kebangsaan Indonesia itu mutlak kita darahdagingkan dalam hidup keseharian kita sebab tanpa itu kita akan kehilangan bukan hanya jati diri kita sebagai bangsa tetapi juga kehilangan raison d`etre didirikannya negara-bangsa (nation-state) ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di atas pemahaman akan paham kebangsaan itulah dasar negara Pancasila disemaikan dan dan ditanamkan,” ujarnya di hadapan civitas akademika Universitas Udayana tersebut.
Palguna juga membahas mengenai salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK), yakni pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Undang-undang sebagai implementasi UUD 1945 merupakan bagian integral dan turut menjadi conditio sine qua non bagi terpeliharanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, pembentuk undang-undang –yaitu DPR bersama Presiden–dalam membuat undang-undang harus selalu mengacu pada dan tidak boleh bertentangan dengan Konstitusi (UUD 1945). Secara politik, lanjutnya, undang-undang pada dasarnya adalah legalisasi kesepakatan atau kompromi politik dari berbagai kekuatan politik yang ada, namun ruang bagi kesepakatan atau kompromi politik itu bukanlah ruang yang bebas tanpa batas, sebab batas-batas itu ada dalam dan ditentukan oleh Konstitusi.
“Ketika batas-batas itu tidak diindahkan, Mahkamah Konstitusilah yang akan mengembalikannya untuk tidak keluar dari batas-batas itu. Melalui kewenangannya untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, Mahkamah Konstitusi akan menjamin bahwa kehendak “majikan” tidak dikalahkan oleh kehendak “pelayan”-nya. Melalui kewenangan menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Mahkamah Konstitusi meneguhkan bekerjanya prinsip supremasi konstitusi,” papar Palguna yang memaparkan materi tentang Konstitusi dan Kesatuan NKRI
Kemudian, Palguna melanjutkan, Mahkamah Konstitusi tidak diberi kewenangan untuk memberi fatwa atau pendapat hukum (advisory opinion) terhadap suatu masalah yang timbul dalam praktik penyelenggaraan negara. Sebab, jika kewenangan demikian diberikan, hal itu dapat menyulitkan Mahkamah jika masalah tersebut di belakang hari dipersoalkan konstitusionalitasnya di hadapan Mahkamah.
“Entah dalam pelaksanaan kewenangannya memutus pengengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, maupun dalam memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Kesulitan dimaksud adalah Mahkamah secara moral akan terikat kepada pendapat yang disampaikannya di luar putusan. Padahal, sebagai pengadilan, Mahkamah hanya “berbicara” melalui putusan-putusannya,” tandas Palguna. (LA)