Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menjadi narasumber dalam kegiatan Diklat Pimpinan Pengadilan Angkatan XIV dan XV serta Diklat Struktural Kepemimpinan Tingkat III bertempat di Auditorium Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, Megamendung, Bogor. Dalam ceramah dengan judul “Eksistensi Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”, Anwar memaparkan mengenai kewenangan dan kewajiban MK berdasarkan UUD 1945.
Seperti diketahui, sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945, MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Anwar menjelaskan bahwa kewenangan yang paling sering dilaksanakan MK adalah pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. \" Berbicara mengenai MK, berarti menyangkut semua desahan nafas rakyat Indonesia. Karena itu, MK telah banyak mengeluarkan putusan pengujian undang-undang yang mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara,\" paparnya dalam acara yang diadakan pada Kamis (6/9) siang.
Lebih lanjut, Anwar menjelaskan bahwa MK putusannya bersifat final dan tidak ada upaya hukum lainnya, berbeda dengan putusan pengadilan yang punya kemungkinan bisa dilakukan banding ke tingkat atasnya. “Putusan pengadilan negeri maupun pengadilan agama masih bisa dibanding ke MA melalui kasasi atau peninjauan kembali, tapi kalau sudah diputus MK, maka semuanya selesai,” jelasnya.
Selain itu, Anwar pun menyempaikan mengenai satu kewajiban MK, yakni memutus pendapat DPR tentang pelanggaran yang dilakukan oleh presiden atau wakil presiden yang biasa dikenal dengan istilah impeachment. Menurutnya, proses ini dilakukan dengan mekanisme yang cukup sulit agar presiden tidak mudah dijatuhkan oleh MPR dan DPR. Jika ada pengajuan dari DPR kepada MK tentang perkara tersebut, harus di dukung oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota. Kemudian apabila MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presideng terbukti melakukan pelanggaran hukum, maka DPR akan menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Anwar menambahkan, keputusan atas usul pemberhentian harus diambil dalam rapat MPR yang dihadiri oleh minimal ¾ dari jumlah anggota dan disetujui oleh minimal 2/3 dari jumlah yang hadir. “MK wajib memeriksa dan memutus pendapat DPR mengenai usulan dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah diajukan,” imbuhnya. (dedy/LA)