Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) pada Rabu (5/9). Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 67/PUU-XVI/2018 ini diajukan oleh Anggota Partai Golongan Karya Dorel Amir.
Pemohon telah mendaftarkan diri sebagai bakal caleg (bacaleg) Anggota DPR di daerah pemilihan Sumatera Barat II melalui Partai Golkar. Pemohon merasa dirugikan dengan diberlakukannya Pasal 240 ayat (1) huruf n UU Pemilu terkait tidak adanya pengaturan mengenai batasan waktu keanggotaan bagi anggota partai politik untuk menjadi bacaleg.
Sebagai anggota biasa di Partai Golkar, Pemohon tidak serta merta bisa menyusun persyaratan rekrutmen bacaleg di parpol yaitu mengenai persyaratan bacaleg yang harus sekurang-kurangnya harus menjadi anggota partai dalam batasan waktu tertentu. Sepanjang sepengetahuan Pemohon, di Partai Golkar tidak ada keanggotaan baru yang dibuka pada saat menjelang pendaftaran caleg.
Pemohon mengamati banyak bacaleg yang sesungguhnya bukan kader dari partai tersebut yang didaftar sebagai bacaleg. Pemohon menduga bahwa caleg ini direkrut sebagai bacaleg karena memiliki modal lain selain kualitas dan pemahaman pendidikan politik. Karena itulah, Pemohon melakukan pengujian materiil Pasal 240 ayat (1) huruf n UU Pemilu yang menyebutkan “Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kotaadalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan: a. ....... b. ...... c. .......n. Menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu”.
Pemohon mendalilkan, sebelum UU a quo diundangkan, dalam RUU tentang pemilihan anggota legislatif, presiden dan wakil presiden serta penyelenggaraan pemilu akan diatur rumusan norma yang mengatur persyaratan bakal calon legislatif pada Pemilu Tahun 2019 adalah sekurang- kurangnya telah menjadi anggota partai minimal 1 (satu) tahun agar bakal calon legislatif tersebut telah mendapatkan pendidikan politik dari partai politiknya dan telah mengetahui secara aktual tugas-tugas pokoknya.
“Apabila persyaratan untuk menjadi bakal calon legislatif telah menjadi anggota partai politik sekurang-kurangnya satu tahun dikabulkan oleh MK, Pemohon anggap masih cukup relevan diterapkan pula bagi partai politik baru. Karena sesungguhnya pendirian partai politik tidak dilakukan secara tiba-tiba dan tergesa-gesa,” urai Pemohon.
Dengan adanya syarat bagi bakal calon legislatif telah menjadi anggota partai politik sekurang-kurangnya minimal 1 tahun, maka posisi partai politik peserta pemilu memberikan peran yang sangat strategis dalam menentukan kualitas dan kelayakan bakal calon wakil rakyat yang ada di daerah maupun pusat.
Menurut Pemohon, syarat telah menjadi anggota partai politik peserta pemilu sekurang-kurangnya 1 tahun bagi bakal calon legislatif merupakan kebutuhan bagi masyarakat untuk mendapatkan pilihan calon wakil rakyat yang berkualitas dalam memperjuangkan dan membela kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Sumir
Terhadap dalil-dalil Pemohon, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menyinggung permohonan Pemohon. “Saya belum melihat ada argumen dan alasan permohonan yang menyatakan perumusan itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya terhadap Pasal 28D ayat (1). Dimana pertentangannya dengan Pasal 28D ayat (1)? Belum tampak dalam uraian permohonan ini,” kata Palguna.
Untuk itu, lanjut Palguna, ia meminta Pemohon mengelaborasi argumen agar terlihat kerugian konstitusional Pemohon.Menurutnya, Pemohon hanya sedikit menguraikan hal tersebut. “Hanya disinggung secara sumir di bagian akhir dalam alasan permohonan dengan menyinggung Pasal 28D ayat (1) itu,” tambah Palguna.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Wakil Ketua MK Aswanto selaku Ketua Panel Hakim. Ia meminta agar Pemohon menguraikan hak konstitusionalnya yang terlanggar dengan keberadaan bakal calon instan.
“Ini yang menurut saya belum terelaborasi dengan baik. Bahkan mungkin kita bisa lihat ada beberapa calon yang instan yang berhasil, tapi tidak semua calon instan juga berhasil. Menurut saya, perlu Saudara juga kaitkan dengan argumen Saudara bahwa kalau ada calon instan, Saudara merasa dirugikan. Sehingga Saudara harus uraikan argumentasinya karena belum terurai secara komprehensif,” tandas Aswanto. (Nano Tresna Arfana/LA)