Sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati Mimika 2018 digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (3/9). Sejumlah saksi Pemohon Perkara Nomor 51/PHP.BUP-XVI/2018 dihadirkan, di antaranya ada Sabastian Fernandus Lolon yang merupakan saksi mandat di tingkat Panitia Pemilihan Distrik (PPD).
“Sebelum melaksanakan pleno tingkat PPD, kami dikumpulkan untuk membuat kesepakatan para saksi di tingkat PPD soal keberatan saksi soal petugas KPPS yang tidak memiliki SK Pengangkatan. Selain itu, ada keberatan mengenai tidak dimasukkan form C1 KWK hologram ke dalam kotak suara dan dibawa pulang oleh Ketua KPPS. Juga ada beberapa form KWK yang tidak diisi sama sekali,” jelas Sabastian yang juga menuturkan adanya kotak suara yang sudah terbuka dan kotak suara yang sudah hancur.
Hal lain, sambung Sabastian, ada keberatan para saksi di tingkat PPD mengenai tidak adanya SK Pengangkatan petugas KPPS dan TPS di beberapa daerah Kabupaten Mimika. Hal ini diketahui berdasarkan pengetahuan Ketua PPD Distrik Wania. “Ketua PPD Distrik Wania memberitahukan adanya petugas KPPS dan TPS tanpa SK Pengangkatan sebelum kami melakukan pleno di tingkat distrik,” ungkap Sabastian.
Berikutnya, Saksi Pemohon bernama Johan Fransiskus Wenehen warga Distrik Timika Baru. Sewaktu Pemilihan Bupati Mimika 2018 menjadi saksi Pasangan Calon Nomor Urut 2 Robertus Waraopea dan Albert Bolang saat pleno tingkat KPU Kabupaten Mimika. “Berdasarkan semua laporan saksi kami di TPS, kejadian pengungkapan soal tidak adanya SK anggota KPPS baru terjadi pada saat pleno rekapitulasi Kabupaten Mimika pada 10 Juli 2018,” ucap Johan.
Selanjutnya, Pasangan Calon Nomor Urut 6 Eltinus Omaleng dan Johannes Rettob selaku Pihak Terkait menghadirkan saksi bernama Anselmus Serath menerangkan tidak adanya politik uang yang dilakukan Pihak Terkait. Anselmus justru menjelaskan soal pembuatan laporan kepada Gakumdu mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait dugaan penggelembungan suara dan politik uang oleh Pasangan Calon Nomor Urut 4 Hans Magal dan Abdul Muis.
Kemudian ada Saksi Pihak Terkait, Edi Sampe yang menuturkan proses pencoblosan di TPS 16 Kelurahan Pasar Sentral yang diundur akibat karena keterlambatan logistik. Sedangkan Ema Marmin Yarangga sebagai Saksi Pihak Terkait di TPS 31 Kelurahan Koperapoka, melihat pelaksanaan adanya acara sumpah dan janji petugas, namun tidak dibuatkan berita acaranya.
Sedangkan KPU Kabupaten Mimika selaku Pihak Termohon menghadirkan saksi bernama Irmayani selaku Kasubag Program dan Data KPU Kabupaten Mimika. Irmayani menceritakan, saat tahapan Pilkada Kabupaten Mimika 2018, ia membagikan surat pengusulan nama-nama petugas KPPS di 18 distrik kepada seluruh PPD di Kabupaten Mimika. Terhadap usulan daftar nama-nama KPPS tersebut, KPU kemudian membuatkan draft SK pengangkatan dan lampiran nama-nama KPPS yang diserahkan melalui PPD di masing-masing distrik untuk dibagikan kepada masing-masing PPS untuk ditandatangani PPS.
“Selain itu, kami juga telah menyampaikan kepada PPD agar nama-nama yang telah diajukan tersebut harus sesuai karena nama-nama tersebut yang nantinya akan mendapatkan honor dari KPU Kabupaten Mimika. Juga, seluruh PPS di Kabupaten Mimika telah membuat SK KPPS,” ucap Irmayani.
Tidak Ada SK Pengangkatan
Pada sidang yang sama, MK juga menggelar sidang pembuktian PHP Bupati Mimika 2018 untuk Perkara Nomor 52/PHP.BUP-XVI/2018. Saksi Pemohon, Ronald Martin Mongi sebagai saksi pasangan calon nomor urut 2 di Distrik Wania menegaskan para saksi calon sepakat bahwa persoalan tidak adanya SK pengangkatan akan diselesaikan di tingkat kabupaten.
Sementara Saksi Pemohon lainnya, Yonatan Iyai selaku saksi PPD Mimika Baru menjelaskan bahwa tidak adanya SK Pengangkatan PPS disampaikan sendiri oleh anggota PPD dan PPS. Kemudian ketika di pleno kabupaten, hal tersebut kembali dinyatakan oleh Ketua KPU Mimika. Selanjutnya Stephen Edward sebagai Saksi Pemohon di tingkat kecamatan dan kabupaten mengungkapkan adanya penggelembungan suara yang melebihi Daerah Pemilih Tetap (DPT).
Lain pula dengan penjelasan Saksi Pihak Terkait, Erman Dahur. Dia menuturkan bahwa pemilihan kepala daerah dilaksanakan pada waktu hampir bersamaan yaitu Pemilihan Gubenur Papua 2018 dan Pemilihan Bupati Mimika 2018. “Namun ketika dilakukan pleno di tingkat kabupaten banyak terjadi interupsi dari para saksi. Terutama mereka mempersoalkan SK Pengangkatan KPPS,” imbuh Erman.
Bukan Syarat Sah
Dalam persidangan juga dihadirkan Ahli Pihak Terkait, Margarito Kamis. “KPPS diangkat oleh PPS dan dilaporkan pengangkatannya kepada KPU. Apa hukumnya jika pengangkatan mereka hanya dibacakan secara terbuka di tempat pemungutan suara dan surat pengangkatan tidak diberikan. Hal tersebut tidak bermasalah dan pemungutan suara harus dianggap sah. Tindakan melaporkan pengangkatan PPS dan tidak memberikan surat keputusan pengangkatan PPS bukan syarat sah pemungutan suara. Tidak ada kewajiban bagi KPPS untuk memperlihatkan SK pengangkatan kepada pemili. Justru pembacaan SK secara terbuka di hadapan umum lebih bernilai karena ada unsur publisitas,” tambah Margarito.
Sedangkan ahli Pemohon lainnya, yakni Bambang Eka Cahya Widodo mengatakan pemilu adalah proses administrasi yang kompleks, perlu pelaksanaan yang tegas dari setiap aturan yang ada. Tidak adanya SK Pengangkatan bukan hanya persoalan kesalahan administrasi, tapi membuka peluang terjadinya pelanggaran lain dan menimbulkan ketidakpercayaan. Selain itu menunjukkan tata kelola pemerintahan yang tidak baik .
Bambang juga menyinggung persyaratan ijazah yang diduga palsu yang menimbulkan persoalan. “Masalah itu diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pengalaman adanya penggunaan dua ijazah yang berbeda, maka penyelenggara harus melakukan verifikasi terhadap ijazah tersebut,” tegas Bambang.
Ketiadaan Kotak Suara
Sidang PHP Bupati Mimika 2018 berlanjut untuk Perkara No. 53/PHP.BUP-XVI/2018. Pasangan Calon Nomor Urut 4 Hans Magal dan Abdul Muis selaku Pemohon menghadirkan Saksi Yohanis Wearbetu yang menuturkan tidak adanya kotak suara di lima TPS Kampung Minabua, Distrik Mimika Baru. “Padahal belum dilakukan pemungutan suara. Anehnya, kotak suara yang hilang baru muncul dalam rapat pleno tingkat distrik,” imbuh Yohanis.
Kemudian ada saksi Pemohon Perkara Nomor 68/PHP.BUP-XVI/2018, Frederick Yosef Welaubun sebagai Bawaslu Papua yang mengambil-alih tugas Panwas Mimika namun tidak bertindak apa pun terhadap persoalan-persoalan yang muncul selama Pemilihan Bupati Mimika 2018. Misalnya, persoalan KPPS tanpa SK Pengangkatan dan kotak suara yang hilang bahkan hancur dan sebagainya. “Pada pleno kabupaten, Kapolres pun mengusir saksi salah satu pasangan calon. Akhirnya saya dan saksi-saksi lainnya ikut walk out,” jelas Frederick.
Selain itu ada saksi Termohon Perkara Nomor 68/PHP.BUP-XVI/2018, Irmayani yang juga merupakan saksi Termohon Perkara Nomor 51/PHP.BUP-XVI/2018. Irmayani menjelaskan bahwa seluruh PPS di Kabupaten Mimika telah membuat SK KPPS. Pada saat pleno rekapitulasi di tingkat kabupaten, Ketua KPU Kabupaten Mimika menanyakan kepada saksi soal keberadaan SK PPD, PPS dan KPPS. Irmayani kemudian memberikan catatan berupa secarik kertas kepada Ketua KPU Kabupaten Mimika yang berisi daftar 18 distrik dan terdapat catatan 8 distrik yang belum menyerahkan SK KPPS.
Sidang terus berlanjut dengan kehadiran saksi Pihak Terkait Perkara Nomor 53/PHP.BUP-XVI/2018. Salah satunya adalah Yosias Kararbo yang menuturkan adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait dugaan penggelembungan perolehan suara dan praktik politik uang yang dilakukan pasangan calon nomor urut 4.
Yosias yang juga Saksi Pihak Terkait Nomor 67-68/PHP.BUP-XVI/2018 menambahkan bahwa kejadian OTT terjadi pada 7 Juli 2018. Pada saat itu, pasangan calon nomor urut 4 bersama anggota PPD Mimika Baru diketahui menerima uang sebesar Rp 110 juta, form C1 KWK dan barang bukti lainnya. (Nano Tresna Arfana/LA)