Sebanyak 27 mahasiswa Universitas Andi Djemma Palopo Sulawesi Selatan berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (30/8). Mereka disambut langsung oleh Peneliti MK Helmi Kasim di Ruang Delegasi MK.
Di awal, Helmi menerangkan terkait empat kewenangan dan satu kewajiban MK. Kewenangan MK, yaitu menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilu. “Untuk kewajibannya adalah memberikan putusan atas pendapat DPR tentang dugaan pelanggaran presiden dan atau wakil presiden menurut UUD 1945,” jelasnya.
Helmi menyebut kewenangan judicial review (JR) atau pengujian undang-undang menjadi hal penting yang dimiliki MK. Sebab sebelum memasuki era reformasi, proses pengujian undang-undang tidak dapat dilakukan di Indonesia. Saat itu, jika undang-undang sudah disahkan DPR, maka tidak bisa dibatalkan. Dia menyebut koreksi pada UU hanya bisa dilakukan Pemerintah dan juga DPR. “Istilahnya legislative review dan executive review. Masyarakat bisa mendesak pada parlemen dan pemerintah, tapi perbaikan UU tetap sesuai dengan political will,” ujar Helmi.
Barulah ketika memasuki reformasi, perubahan fundamental terjadi, yakni diberikannya kewenangan pengujian UU pada MK. Setiap warga negara baik perseorangan maupun dapat mengajukan uji UU ke MK. Ini jika ada aturan yang dirasa merugikan hak konstitusional warga negara.
Helmi menyebut penduduk Indonesia harus bersyukur, sebab proses pengujian undang-undang hanya bisa dilakukan oleh lembaga negara, bukan dilakukan oleh individu perseorangan warga negara. Hal ini berbeda dengan kondisi di Indonesia. “Di Indonesia pun mulai dari mahasiswa sampai satuan pengamanpernah mengajukan judicial review ke MK,” jelasnya.
Pascapemaparan, acara dilanjutkan dengan berkunjung ke Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon). Selain itu, mereka juga singgah untuk menonton sinema konstitusi. (Arif/LA)