Noken merupakan tempat bagi orang Papua untuk menampung ide, gagasan, dan di dalamnya terkandung norma, yakni ada perintah dan larangan. Selain itu, dalam konteks pemilihan kepala daerah, noken memiliki nilai manfaat karena memudahkan penyelenggaraan pilkada dalam distribusi pemilihan. Hal tersebut disampaikan Ahli Budaya Papua Titus Pekei selaku Ahli yang dihadirkan oleh Paslon Nomor Urut 1 Ateng Edowai dan Hengky Pigai dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Deiyai Tahun 2018 pada Kamis (30/8) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang perkara yang teregistrasi Nomor 35/PHP.BUP-XVI/2018 ini dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Lebih lanjut, Titus yang merupakan ahli Pihak Terkait menyampaikan bahwa sistem noken yang berlaku di Papua termasuk di wilayah Kabupaten Deiyai yang di dalamnya terdapat 7 wilayah adat merupakan simbol tradisi yang masih diakui dan lestari. Pada dasarnya, tambah Titus, sistem noken yang dijalankan masyarakat pada pemilihan kepala daerah berupa penyampaian pendapat dari masing-masing peserta musyawarah, yang kemudian dibuat kesepakatan bersama untuk disampaikan pada tahap yang lebih tinggi.
“Jadi, noken membantu proses demokrasi dan secara administrasinya diatur sedemikian rupa. Sehingga apabila sudah disepakati suatu hal, maka noken tidak bisa diambil oleh siapapun. Dan apabila setelah pemilu terjadi pengambilan noken, itu tidak boleh. Itu sudah menciderai nilai demokrasi,” terang Titus.
Dua Kali Pleno
Dalam kesempatan yang sama, Paslon Nomor Urut 4 Inarius Douw dan Anakletus Doo selaku Pemohon, menghadirkan beberapa saksi, di antaranya Agusten Yuppy yang merupakan sebagai tokoh pemuda yang menyaksikan proses pemilihan di TPS. Terhadap perbedaan hasil suara yang terjadi, Agusten menyampaikan bahwa telah diadakan dua kali pleno untuk 3 distrik. Pada Pleno 1 dilakukan pada 27 Juni 2018 dengan hasil perolehan suara Paslon Nomor Urut 1 – 4 berturut-turut adalah 2.777 suara, 93 suara, 40 suara, dan 183 suara. Namun, saat pengisian C1-KWK tidak semua pemilih hadir termasuk sebagian petugas penyelenggara pemilihan. Atas dasar itu, masyarakat dan semua yang ada pada TPS untuk menunda pengisian C1-KWK. Akan tetapi, atas desakan penyelenggara PPDtetap melakukan pengisian C1-KWK.
Namun demikian, pada 28 Juni 2018, pemilih yang tidak hadir pada hari sebelumnya meminta hak suaranya dikembalikan karena tidak sesuai dengan kesepakatan. “Pada hari yang sama dilakukan Pleno 2 dengan hasil perolehan suara Paslon Nomor Urut 1 – 4 berturut-turut adalah adalah 2.128 suara, 230 suara, 24 suara, dan 713 suara. Dan disahkan penyelenggara dan masyarakat menyepakati dan besoknya dan diberangkatkan ke KPU,” jelas Agusten.
Hasil Noken
Sementara itu, Marius Ukago selaku kepala suku Kampung Diyai, Distrik Tigi Barat, Kabupaten Deiyai dalam kesaksiannya menyampaikan bahwa pembagian suara dalam Pilkada Kabupaten Deiyai untuk Kampung Diyai 1 adalah 88 suara untuk Paslon Nomor Urut 1, 100 suara untuk Paslon Nomor Urut 2, 100 suara untuk Paslon Nomor Urut 3, dan 2.000 suara untuk Paslon Nomor Urut 4. “Itu kesepakatan suara yang dilakukan masyarakat pada 2 Juni 2018,” ujar Marius.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Meliana Badi selaku tokoh perempuan desa yang juga dihadirkan Pemohon. “Pada 2 Juni 2018, masyarakat sudah sepakat memberikan suara secara terbagi-bagi dengan pembagian demikian,” terang Meliana.
Tertunda
Pihak Termohon melalui Otias Edowai selaku Anggota PPD Tigi Barat menjelaskan bahwa sebagai pihak yang bertugas mendistribusikan segala keperluan pilkada, pihaknya sudah melakukan distribusi pada 26 Juni 2018. Sehingga pada 27 Juni secara demokratis masyarakat menyalurkan aspirasinya. Pada sore harinya, jelas Otias, C1-KWK dan seluruh suara sudah dikumpul ke PPD, namun terdapat 1 dari 22 TPS di Kab. Deiyai belum menyerahkan pemberkasan secara lengkap, yakni TPS 1 Kampung Diyai.
Dalam kesaksian Otias menjabarkan bahwa pihaknya sebagai PPD melakukan koreksi ke lapangan atas kendala tersebut, yang berakibat pada tertundanya rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara secara keseluruhan yang diagendakan pada 30 Juni 2018.
“Dalam kondisi di bawah tekanan massa Kampung Diyai yang tidak menyetujui, menuntut untuk diubahnya perolehan suara yang telah mereka sepakati, namun kami merekomendasikan mereka untuk ke Panwas Kabupaten karena PPD akan segera menggelar pleno,” terang Otias.
Kesepakatan
MK juga menggelar keterangan dari Pihak Terkait yang menghadirkan beberapa saksi, di antaranya Yustinus yang menjadi Saksi Mandat Paslon Nomor Urut 1 untuk Distrik Kapiraya Kab. Deiyai. Dalam keterangannya, Yustinus menjelaskan bahwa pada 20 Juni 2018 masyarakat Distrik Kapiraya bersepakat untuk menyerahkan suara pada Ateng Edowai dan Hengky Pigai (Paslon Nomor Urut 1) sebanyak 3.090 suara. Namun, berdasarkan hasil yang diumumkan berdasarkan Pleno 1, perolehan suara yang diumumkan adalah 2.777 suara untuk Ateng Edowai dan Hengky Pigai (Paslon Nomor Urut 1), 93 suara untuk Keni Ikamou dan Abraham Tekege (Paslon Nomor Urut 2), 40 suara untuk Dance Takimai dan Robert Dawapa (Paslon Nomor Urut 3), dan 185 suara untuk Pemohon.
“Karena terjadi hal-hal yang luar biasa, yakni perampasan surat suara oleh pihak tertentu yang berakibat pada perubahan perolehan suara yang terlihat dari lembar kertas rekapitulasi suara yang dihapus dan diperbaiki. Sehingga dilakukan Pleno 2 dengan hasil perolehan yang berubah, yakni 2.128, 230, 24, dan 713 suara untuk masing-masing paslon,” jelas Yustinus.
Akan tetapi, mendapati hal ini Panwas Kabupaten Deiyai mengambil sikap dan melakukan Pleno ke-3 serta bersama-sama dengan KPU Kab. Deiyai menyepakati untuk menerima tuntutan masyarakat Distrik Kapiraya yang menghendaki kembali pada kesepakatan bersama untuk mengubah hasil perolehan suara, yaitu 3.090 suara untuk Ateng Edowai dan Hengky Pigai (Paslon Nomor Urut 1), 1 suara untuk Keni Ikamou dan Abraham Tekege (Paslon Nomor Urut 2), 1 suara untuk Dance Takimai dan Robert Dawapa (Paslon Nomor Urut 3), dan 1 suara untuk Pemohon.
Sebelumnya, Pemohon menyampaikan terdapat selisih perolehan suara antara Pemohon dengan Ateng Edowai dan Hengky Pigai (Pihak Terkait/Paslon Nomor Urut 1) sebesar 1.220 suara atau sekitar 2%. Akan tetapi, dalam Pilkada Serentak 2018, Paslon Nomor Urut 1 dengan Dance Takimai dan Robert Dawapa (Paslon Nomor Urut 3), serta Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten Deiyai telah melakukan pelanggaran dan kecurangan.
Dalam catatan Pemohon terdapat tiga kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan, di antaranya Termohon mengurangi perolehan suara Pemohon dan mengalihkannya pada Paslon Nomor Urut 1; adanya manipulasi perolehan suara di Kampung Diyai I Distrik Tigi Barat yang mengakibatkan berkurangnya suara Pemohon dari 2.000 suara menjadi 688 suara; serta tidak independen dan tidak profesionalnya Panwas Kabupaten Deiyai. Di samping itu, menurut Pemohon dalam upaya memenangkan Paslon Nomor Urut 1, salah satu Komisioner KPUKabupaten Deiyai Marinus Edoway memerintahkan KPP Distrik Kapiraya Melianus Kotouki mengubah perolehan suara Pemohon dan pasangan calon lainnya dengan komposisi suara sebagai berikut: Ateng Edowai dan Hengky Pigai (Paslon Nomor Urut 1) memperoleh 3.090 suara; Keni Ikamou dan Abraham Tekege (Paslon Nomor Urut 2) memperoleh 1 suara, Dance Takimai dan Robert Dawapa (Paslon Nomor Urut 3) memperoleh 1 suara, dan Pemohon memperoleh 1 suara. Kecurangan ini dilakukan dengan dalih merujuk pada Kesepakatan Masyarakat Distrik Kapiraya pada 20 Juni 2018. Untuk itu, melalui petitum Pemohon memohonkan Keputusan KPU Kabupaten Deiyai Nomor 19/HK.03.1-KPT/9128/KPUKab/VII/2018 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara di Tingkat Kabupaten dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Deiyai Tahun 2018 Tanggal 8 Juli 2018, bukan merupakan perolehan suara yang sebenarnya. (Sri Pujianti/LA)