Mahkamah Konstitusi mendengarkan keterangan Gubernur dan DPRD Sumatra Utara, Bupati dan DPRD Deli Serdang, Bupati dan DPRD Serdang Bedagai dalam persidangan perkara No. 4/PUU-VI/2008 mengenai Pengujian Undang-Undang No. 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatra Utara (Sumut) pada Kamis (13/3).
Pada sidang ketiga perkara tersebut, para Pemohon menganggap keberadaan undang-undang yang menjadi dasar pemekaran Kabpuaten Deli Serdang tersebut, telah menyebabkan kerugian konstitusional para Pemohon sebagaimana diatur dalam Pasal 24E ayat (3) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Pemohon juga menganggap pembentukan UU tersebut tidak berdasarkan aspirasi masyarakat. Masyarakat, menurut para Pemohonâterutama di Kecamatan Kotarih, Kecamatan Galang dan Kecamatan Bangun Purbaâmerasa tidak diberitahu mengenai pemekaran ini dan secara sepihak dimasukkan ke dalam Kabupaten Serdang Bedagai.
Akan tetapi anggapan para Pemohon tersebut dibantah oleh Kepala Biro Otonomi Daerah Pemerintah Provinsi Sumut, Drs. Bukit Tambunan, yang mengatakan usul pemekaran wilayah tersebut justru atas usulan masyarakat melalui berbagai musyawarah.
âSecara historikal bahwa ini adalah kemauan masyarakat tapi kami tidak dapat memastikan apakah ada Pemohon yang merupakan anggota Badan Pemekaran Wilayah atau tidak. Tapi yang dapat kami katakan, usul ini adalah dari masyarakat bukan dari Pemerintah.â tegas Tambunan.
Penegasan yang sama juga diberikan oleh Drs. Hasbul Hadi, S.H., Spn.. Menurut Hadi yang juga Pelaksana Tugas Ketua DPRD Sumut, keputusan pemekaran yang diambil dalam rapat paripurna DPRD Sumut didasarkan atas surat Gubernur Sumut bernomor 4733/2002 tertanggal 16 Juli 2002 yang ditindaklanjuti dengan proses penelitian yang hasilnya adalah bahwa masyarakat mendukung adanya pemekaran wilayah tersebut.
Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Kabupaten Deli Serdang, Poltak Tobing, mengatakan bahwa pada awalnya Kabupaten Deli Serdang akan dimekarkan menjadi 3 Kabupaten yaitu Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Deli. Akan tetapi hasil voting di DPRD memutuskan hanya memekarkan wilayah menjadi 2 Kabupaten.
Bupati Kabupaten Serdang Bedagai, Ir. H.T. Erry Nuradi, B.A., dalam keterangannya juga membantah apa yang dikatakan para Pemohon yang menyatakan pemerintah tidak memperhatikan rakyat. Erry mengatakan bahwa pemerintah kabupaten telah membangun sarana seperti kantor kecamatan di Kecamatan Silinda yang memudahkan masyarakat untuk mengurus kepentingannya. Permasalahan ini dikatakannya muncul karena adanya dualisme pemerintahan.
âPadahal menurut undang-undang bahkan diperkuat dengan Peraturan Mendagri tentang batas wilayah bahwa itu jelas termasuk wilayah Kabupaten Serdang Bedagai. Kami sudah melantik kepala desa di sana tetapi pihak Kabupaten Deli Serdang juga memiliki kepala daerah di sana,â tandas Erry.
Menurut M. Yusuf Basrun, Ketua DPRD Kabupaten Serdang Bedagai yang juga mantan ketua Pansus pemekaran wilayah Deli Serdang, pemekaran tersebut telah sesuai dengan aspirasi masyarakat. Dalam proses perkembangannya, aspirasi yang berkembang menghendaki adanya tiga Kabupaten. Akan tetapi melalui rapat fraksi-fraksi di DPRD Kabupaten Serdang Bedagai, diputuskan untuk sementara Kabupaten Deli Serdang dibagi menjadi dua kabupaten saja dengan mempertimbangkan kemampuan kabupaten induk untuk membantu kabupaten hasil pemekaran serta memperhatikan dampak dari pemekaran ini. âJangan sampai pemekaran ini mempengaruhi pelayanan pemerintah induk kepada warga dalam berbagai aspek.â Jelas Yusuf Basrun.
Dengan pertimbangan tersebut DPRD memutuskan untuk memekarkan wilayah tersebut menjadi dua kabupaten. Namun, konsekuensi dari pemekaran membuat beberapa desa masuk ke dalam wilayah Serdang Bedagai. Yusuf juga mengatakan bahwa setelah terjadi pemekaran, tindak lanjut yang terkait dengan aspirasi masyarakat DPRD Kabupaten Deli Serdang membentuk tim sosialisasi kepada masyarakat termasuk pada kecamatan yang bermasalah. Sehingga alasan pemohon dengan mengatakan tidak mengetahui masalah pemekaran tersebut tidak dapat diterima.
Sebelum menutup persidangan yang diwarnai oleh perdebatan yang sangat sengit ini, Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa Majelis Hakim telah mendengar secara lengkap dan telah memiliki informasi yang cukup. Majelis Hakim Konstitusi juga merasa tidak perlu memanggil Presiden dan DPR sebagai pembuat undang-undang sebagaimana lazimnya. Sehingga Majelis berpendapat bahwa tidak perlu diadakan persidangan lagi sebelum Penetapan Putusan.
Tarik Permohonan
Sementara sebelumnya, Mahkamah Konstitusi membacakan Ketetapan penarikan kembali permohonan pengujian Pasal 77 huruf a dan Pasal 83 ayat (1) dan ayat (2)Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). (Yogi Djatnika)