Sidang Penyelsesaian Hasil Pemilihan (PHP) Kabupaten Timor Tengah Selatan kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (1/8). KPU Kabupaten Timor Tengah Selatan selaku kuasa hukum yang diwakili oleh Arief Effendi membantah adanya penggelembungan suara yang dilakukan oleh pihaknya. Arief menyatakan jika benar ada penggelembungan suara, hal tersebut tidak sampai memengaruhi penghitungan hasil Pilkada Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Sebelumnya, Pemohon menuduh Termohon melakukan penggelembungan suara untuk Pasangan Calon Nomor Urut 3 Egusem Piether Tahun-Johny Army Konay serta pengurangan suara Pasangan Calon Nomor Urut 2 Obed Naitboho-Alexander Kase selaku Pemohon. Pemohon mendalilkan dalam penghitungan KPU Kabupaten Timor Tengah Selatan, Pihak Terkait berjumlah 166 suara, sementara Pemohon berkurang sebanyak 89 suara.
“Berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kabupaten sebagaimana yang telah ditetapkan oleh objek sengketa, perolehan suara Pemohon adalah 67.751 suara dan Pihak Terkait adalah 68.488 suara. Sehingga selisih antara Pihak Terkait dengan Pemohon adalah 737 suara. Permohonan Pemohon mengenai tuduhan adanya penggelembungan dan pengurangan suara tidak memenuhi syarat signifikan perolehan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon,” jelas Arief dalam Perkara Nomor 61/PHP.BUP-XVI/2018 tersebut.
Apabila dalil Pemohon dianggap benar, lanjut Arief, maka hasil akhir suara Pemohon bertambah dari semula 67.751 suara bertambah 89 suara menjadi 67.840 suara. Begitu juga jika dalil Pemohon dianggap benar, maka hasil akhir suara Pihak Terkait berkurang dari semula 68.488 suara dikurangi 166 suara menjadi 68.322 suara. Dengan demikian, perolehan suara akhir Pemohon adalah 67.840 suara. Sementara Pihak Terkait berjumlah 68.322 suara sehingga perolehan suara Pihak Terkait masih lebih besar daripada perolehan suara Pemohon.
Selain itu, kata Arief, dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum karena Pemohon menggunakan data pembanding yang tidak jelas sumbernya dan berbeda dari data resmi yang dikeluarkan Termohon. Misalnya, lanjutnya, data dalam formulir model DA1-KWK yang diajukan oleh Pemohon di Kecamatan Amanatun Utara. Menurut Pemohon, lanjutnya, datanya berbeda dengan data C1-KWK, ternyata data dalam DA1-KWK yang dikeluarkan oleh Termohon sama isinya dengan C1-KWK dari Desa Sono, Kecamatan Amanatun Utara.
Dalam sidang yang sama, digelar juga sidang PHP Kabupaten Tapanuli Utara. Kuasa Hukum Termohon KPU Kabupaten Tapanuli Utara Elvis Hasibuan menyebut dalil Pemohon adalah keliru, tidak berdasar, dan hanyalah asumsi Pemohon. Hal tersebut karena Pemohon tidak dapat membuktikan adanya pemilih yang menggunakan hak pilih sebanyak dua kali.
“Pemohon tidak dapat menyebutkan, TPS mana yang dimaksudkan oleh Pemohon tersebut. Menurut kami tidak ada pemilih yang menggunakan hak pilihnya lebih dari 1 kali karena pemilih sudah dibatasi hanya dapat menggunakan hak pilihnya 1 kali,” tegasnya dalam Perkara Nomor 40/PHP.BUP-XVI/2018 dan 42/PHP.BUP –XVI/2018.
Selain itu, lanjut dia, pencoblosan telah sesuai dengan daftar hadir pemilih, karena saat pemilihan di setiap TPS tidak terdapat atau ditemukan pemilih ganda. Hal tersebut juga dapat dibuktikan dengan tanda tinta pada setiap jari pemilih yang sudah menggunakan hak pilihnya, sehingga pemilih tidak dapat memilih lebih dari 1 kali.
Sementara tentang penerbitan surat keterangan secara tidak sah, Evis mengungkapkan untuk mengakomodir hak setiap pemilih agar dapat menggunakan hak pilihnya, meski tidak terdaftar dalam DPT dengan menunjukkan KTP-el maupun surat keterangan.
“Pemilih dapat dimasukkan dalam daftar pemilih tambahan. Bahwa Termohon tidak memiliki kewenangan untuk membatasi hak setiap orang yang ingin mengunakan hak pilihnya. Walaupun tidak terdaftar dalam DPT, namun jika pemilih dapat menunjukkan identitasnya sebagai warga setempat baik, KTP elektronik maupun suket, maka Termohon wajib mengakomodasi hak-hak pemilih tersebut,” tegasnya. (Arif/LA)