Sidang Penyelesaian Hasil Perselisihan (PHP) Pemilihan Provinsi Maluku kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (2/8). Dalam sidang tersebut, kuasa hukum KPU Provinsi Maluku Bambang Sugiran menyebut permohonan Abdul Gani Kasuba dan M. Al Yasin Ali kabur atau obscuur libel.
Bambang menjelaskan Pemohon tidak mampu menjelaskan dan menguraikan tuduhan pelanggaran yang dilakukan Ahmad Hidayat Mus dan Rivai Umar selaku Pihak Terkait. “Pemohon hanya menyebutkan berbagai kesalahan Pihak Terkait pada masa lalu tanpa menguraikan keterkaitan antara pelanggaran tersebut dengan perolehan suara Pemohon dan Pihak Terkait. Pemohon juga menuduh Pihak Terkait melakukan berbagai macam kecurangan dalam Pemilihan tahun 2018 akan tetapi Pemohon tidak menguraikan apa saja kecurangan yang dilakukan oleh Pihak Terkait dan bagaimana kecurangan tersebut dilakukan oleh Pihak Terkait,” tegasnya dalam perkara Nomor 29/PHP.GUB-XVI/2018.
Begitu pula, kata Bambang, terkait tuduhan Pemohon adanya 6 desa di Kecamatan Jailolo Timur yang belum melaksanakan pencoblosan adalah tuduhan tidak jelas atau kabur. Ia menjelaskan bahwa tidak ada Kecamatan Jailolo Timur yang terdaftar di Kabupaten Halmahera Barat ataupun Kabupaten Halmahera Timur. Pemohon juga tidak menunjukan bukti-bukti yang jelas ataupun bukti pendukung yang mendukung dalil Pemohon bahwa di 6 desa dimaksud belum dilaksanakan pencoblosan.
Sementara dalam sidang sengketa PHP Kabupaten Kapuas, kuasa hukum Pihak Terkait Regginaldo Sultan menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing). Hal ini karena Pemohon dinilai tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 ayat (2) huruf b UU 10/2016 dan Pasal 7 ayat (2) huruf b dan ayat (3) PMK 5/2017.
“Paslon Ben Brahim S. Bahat dan M. Nafiah Ibnor mendapat 93.179 suara dan paslon M. Mawardi dan Muhajirin memperoleh 72.170 suara. Sedangkan selisihnya tersebut mencapai 12,72 persen. Ini lebih dari maksimal selisih 1,5 persen,” tegasnya.
Di sisi lain, Panwas Kabupaten Kapuas Iswahyudi Wibowo menyatakan penggunaan gelar Doktor oleh HM Nafiah Ibnoor bukan menjadi ranah kewenangan Panwas, namun merupakan ranah KPU. Pihaknya sudah pernah hendak mengecek berkas paslon-paslon yang ada. Namun hal ini, dihalang-halangi pihak KPU Kabupaten Kapuas. “Pengadilan pun juga sempat mengeluarkan pendapatnya terkait ini, namun sifatnya tidak jelas dan tegas apakah merenvoi gelar Doktor diperbolehkan,” jelasnya dalam perkara Nomor 70/PHP.BUP-XVI/2018.
Sebelumnya Pemohon menyebut Nafiah mencoret gelar akademik DR dari namanya yang tertulis tanpa seizin instansi yang berwenang. Pemohon menyebut Nafiah mencantumkan gelar S3 dari Universitas Attahiriyah. Namun di kemudian hari, kampus tersebut menyatakan klarifikasi bahwa yang bersangkutan ikut dalam kuliah S3, namun karena tidak ada izin dari Kementerian Agama (Kemenag), maka tidak ada kelanjutan perkuliahan. Sehingga ijazah yang dipegang yang bersangkutan adalah hasil ijazah inisiatif universitas tanpa legalitas dari Kemenag. (Arif/LA)