Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Kolaka, dan Kabupaten Palopo Tahun 2018, Rabu (1/8) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang perkara yang teregistrasi Nomor 37/PHP.BUP-XVI/2018, 55/PHP.BUP-XVI/2018, 33/PHP.BUP-XVI/2018,17/PHP.BUP-XVI/2018, 32/PHP.BUP-XVI/2018, 50/PHP.BUP-XVI/2018, dan 43/PHP.BUP-XVI/2018 tersebut dipimpin Ketua MK Anwar Usman didampingi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Wahiduddin Adams. Agenda persidangan kedua adalah mendengarkan jawaban Termohon, keterangan Pihak Terkait dan Panwas.
Dalam perkara Nomor 32/PHP.BUP-XVI/2018, Mappinawang selaku kuasa hukum KPU Kabupaten Pinrang menyebutkan bahwa dalil adanya pemilih siluman yang termobilisasi akibat surat keterangan (suket) yang Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Pinrang merupakan dalil yang mengada-ada. Terhadap perkara yang dimohonkan Paslon Nomor Urut 1 Abdul Latif dan Usman ini, Mappinawang menekankan bahwa pemilih yang menggunakan suket tersebut tercatat dalam formulir yang disiapkan khusus sehingga terdata dengan baik. “Dalil Pemohon yang menyatakan adanya 3.000-an pemilih siluman itu sungguh mengada-ada karena tidak seluruh pemilih yang pakai suket, tetapi ada juga yang pakai KTP,” bantahnya.
Jawaban Termohon tersebut senada dengan bantahan dari Pihak Terkait yang diwakili Ahmad Irawan selaku kuasa hukum bahwa pemilih siluman hanya indikasi dari Pemohon semata dan merupakan suatu bentuk keberatan yang tidak berdasarkan hukum. “Pemilih yang pakai suket itu kan sebenarnya legal dan ditegaskan juga suket itu bisa digunakan serta merupakan kebijakan nasional. Jadi, pada dasarnya suket hanya identitas,” terang Ahmad.
Tak Ada Pemilih Fiktif
Pada kesempatan yang sama, KPU Kabupaten Kepulauan Talaud dalam perkara Nomor 33/PHP.BUP-XVI/2018 melalui Decroly J. Raintama membantah beberapa dalil yang disampaikan Paslon Nomor Urut 2 Welly Titah dan Heber Pasiak selaku Pemohon dalam sidang PHP Kabupaten Talaud. Dalam menjawab dalil Pemohon bahwa adanya pelanggaran berupa pemilih yang tidak sesuai nomor identitas diri serta adanya pemililh yang tidak memiliki hak suara tetapi ikut memilih, Decroly menyatakan dalil tersebut kabur. Pada kenyataannya, jelas Decroly, dalam permohonan pihak Pemohon tidak dapat menguraikan pada TPS mana saja terdapat pemilih-pemilih fiktif yang didalilkan tersebut.
Melebihi Ambang Batas
Terhadap Perkara yang dimohonkan Akhmad Syarifuddin Daud dan Budi Sada selaku Paslon Nomor Urut 2 pada Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur Kota Palopo Tahun 2018 yang teregistrasi Nomor 43/PHP.GUB-XVI/2018, Irham Amin selaku kuasa hukum Pihak Terkait menjelaskan bahwa Pemohon tidak dapat mengajukan perkara a quo. Hal tersebut dikarenakan selain telah melewati tenggang waktu pengajuan permohonan yakni dari 5 Juli 2018 pukul 22.30 WITA saat KPU Kota Palopo mengumumkan hasil rekapitulasi Pilkada Kota Palopo 2018, Pemohon baru mengajukan perkara ke MK pada 10 Juli 2018 pada pukul 18.23 WIB. “Selain itu, hal mendasar lainnya bahwa selisih suara antara Pihak Terkait dan Pemohon yakni 51.880 suara dan 33.991 sehingga melebihi ambang batas karena mencapai 20,8%. Sehingga, Pemohon tidak dapat mengajukan perkara a quo,” jelas Irham.
Keabsahan Dokumen
Dalam Perkara 55/PHP.BUP-XVI/2018, Panwas Kabupaten Parigi Moutong melalui Muhlis Aswat menjelaskan bahwa adanya laporan dari Pemohon yang mempertanyakan keabsahan ijazah dari Pihak Terkait. Dalam penelitian Panwas didapati bahwa Samsurizal Tombolotutu yang berpasangan dengan Badrun Nggai (Paslon Nomor Urut 1) merupakan siswa pindahan dari sebuah sekolah kejuruan yang kemudian menyelesaikan sekolahnya pada SMA Negeri 1 Tinombo.
“Jadi, dalil yang mempertanyakan keabsahan dokumen telah dibuktikan dengan penelusuran kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Tinambo, yang membenarkan adanya lulusan sekolah atas nama Samsurizal Tombolotutu. Jadi, ijazah yang dilegalisir yang bersangkutan benar adanya,” urai Muhlis.
Tak Ada Pengurangan dan Penambahan
Dalam perkara Nomor 50/PHP.BUP-XVI/2018, KPU Kabupaten Kolaka melalui Marwan Dermawan memberikan jawaban terhadap permohonan Pemohon yang dimohonkan Asmani Arif dan Syahrul Beddu yang menjadi Paslon Nomor Urut 2 dalam Pilkada Kabupaten Kolaka 2018. Menurutnya, pada pokok permohonan yang disampaikan Pemohon tersebut hanya bersifat asumsi. Pihaknya menegaskan bahwa tidak ada pengurangan dan penambahan bagi hasil perolehan suara dari masing-masing paslon. “Andai pun ada pengurangan dan penambahan serta pemilih ganda, maka Termohon sampai saat ini tidak mendapatkan laporan dan pengaduan serta rekomendasi dan proses pidana dari Gakkumdu. Jadi, ini hanya halusinasi Pemohon saja,” terangnya.
Pernyataan terasebut juga dibenarkan oleh Hamiruddin Udu dalam keterangan Panwas Kabupaten Kolaka. “Perolehan masing-masing paslon berdasarkan KPU Kabupaten Kolaka adalah untuk Paslon Nomor Urut 1 memeroleh 729.287 suara dan Paslon Nomor Urut 2 memeroleh 43.161 suara. Berdasarkan pengawasan atas perolehan suara dan penggunaan hak pilih bahwa kami tidak menerima laporan tentang adanya pengurangan dan penambahan perolehan suara tersebut di seluruh TPS yang ada di Kabupaten Kolaka. Jadi, hasil rekapan KPU sama dengan Panwas,” sampai Hamiruddinyang merupakan Banwaslu Prov. Sultra yang mewakili pihak Panwas Kabupaten Kolaka.
Pada kesempatan tersebut MK juga menggelar sidang perkara Nomor 37/PHP.BUP-XVI/2018 yang dimohonkan Paslon Bupati dan Wakil Bupati Donggala Nomor Urut 3 Vera Elena Laruni dan Taufik M. Burhan serta sidang perkara Nomor 17/PHP.BUP-XVI/2018 yang merupakan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bantaeng. (Sri Pujianti/LA)