Sidang Penyelesaian Hasil Perselisihan (PHP) Provinsi Maluku Utara (Malut) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (1/8). Dalam sidang kedua perkara Nomor 36/PHP.GUB-XVI/2018 tersebut, KPU Provinsi Malut menyatakan permohonan Pemohon kabur atau obscuur libel.
Ali Nurdin selaku kuasa hukum KPU Provinsi Malut menyatakan dalil yang diungkapkan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 3 Abdul Gani Kasuba-M Al Yasin Ali tidak memiliki pijakan yang mendasar karena tidak menunjukkan tempat terjadinya kecurangan rekapitulasi. Selain itu, Pemohon juga tidak melampirkan bukti kecurangan yang ada secara konkret.
Selain itu, kata Ali, pemohon juga tidak menjelaskan detail mengenai beberapa orang yang dituduh melakukan pencoblosan ganda, tidak menyebut pihak yang mengintimidasi untuk memilih Pasangan Calon Nomor Urut 1 Ahmad Hidayat Mus dan Rivai Umar. Pemohon tidak melampirkan bukti-bukti yang kuat. “Selain itu, Pemohon juga tidak mencantumkan berapa perolehan suara menurut versi benar menurut mereka. Ini jelas permohonan kabur dan harusnya permohonan tidak dapat diterima,” jelasnya dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Sementara Aslant Hasan dari Bawaslu Provinsi Malut membantah tuduhan Pemohon mengenai adanya politik uang yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di seluruh daerah se-Provinsi Malut. Bawaslu Provinsi Malut hanya menemukan delapan kasus politik uang. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalil Pemohon tidak benar dengan menyebut politik uang terjadi di seluruh daerah di Provinsi Malut. “Tuduhan penggunaan fasilitas negara juga Bawaslu nyatakan tidak terbukti,” tegasnya.
Terkait tuduhan Pemohon mengenai adanya enam desa di Kabupaten Halmahera Utara yang tidak melakukan pencoblosan, Aslant membantah dalil tersebut. Ia mengungkapkan permasalahan yang terjadi adalah rendahnya tingkat partisipasi pemilih, dan bukan permasalah tidak terjadi pencoblosan. “Pemohon meminta pemungutan suara ulang disana jelas tidak berdasar. Sebab enam desa hakikatnya sudah melakukan pemilihan dan berjalan lancar,” tegasnya.
Dalam sidang yang sama, MK juga memeriksa PHP Kota Madiun. Dedy Prihambudi selaku kuasa hukum KPU Kota Madiun menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum mengajukan perkara karena selisih suara Pemohon dan Pihak Terkait melebihi ambang batas, yakni dua persen.
“Paslon kalah mendapat 35.352 suara dan paslon pemenang mendapat 39.465 suara. Selisih suara mencapai 4 ribuan. Artinya tidak memenuhi Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada),” tegasnya.
Sementara itu, Panwas Kota Madiun Kokok Herum Purwoko menyatakan tidak ada temuan terkait pengurangan suara yang dialami Pemohon. Selain itu, tidak ada penolakan terkait hasil pilkada termasuk oleh Pemohon. “Di 23 TPS yang dipermasalahkan Pemohon dalam gugatannya juga tidak ada penolakan terhadap hasil rekapitulasi suara,” tegasnya. (Arif/LA)