Sidang perbaikan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (30/7) siang. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 60/PUU-XVI/2018 ini diajukan oleh Partai Persatuan Indonesia (Perindo).
Christophorus Taufik selaku kuasa hukum menjelaskan bahwa Perindo melakukan permohonan perbaikan antara lain dari aspek kedudukan hukum. “Perbaikan kami adalah menyebutkan secara jelas bahwa Pemohon merupakan parpol peserta Pemilu 2019 dengan Nomor Urut 9,” jelas Christophorus kepada Panel Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Selain itu, Christophorus menerangkan, berdasarkan keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 58/PL.01.1-Kpt/03/KPU/II/2018 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2019, Pemohon mencalonkan Pasangan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo dan M. Jusuf Kalla pada Pemilu 2019 yang akan diusulkan kepada gabungan partai politik peserta pemilu.
“Namun, pengajuan tersebut terkendala oleh adanya frasa ‘maupun tidak berturut-turut’ dalam bunyi penjelasan Pasal 169 huruf n undang-undang a quo. Hal ini termuat pada perbaikan permohonan angka 13 dan angka 14 huruf b pada bagian Kerugian Konstitusional Pemohon,” ungkap Christophorus.
Selanjutnya berkaitan dengan original intent, dalam perbaikan Pemohon dicantumkan beberapa perdebatan yang muncul pada saat pembahasan. “Kami bacakan bahwa frasa ‘dan sesudahnya’ dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengandung pengertian pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat dipilih kembali setelah menyelesaikan masa jabatan pada periode sebelumnya yang diartikan secara 2 kali berturut-turut. Hal ini merupakan original intent pembentuk konstitusi yang dapat dibaca dalam pernyataan sebagai berikut. Bahwa fraksi kami dalam masa jabatan presiden adalah berhubungan dengan Pasal 7 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang saat ini berbunyi, ‘Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.’ Konkretnya, kami mengusulkan dalam rangka membatasi jabatan presiden, masa jabatannya adalah presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa 5 tahun dan dapat dipilih kembali satu kali. Jadi, artinya hanya dua kali secara berturut-turut,” tegas Christophorus.
Sebagaimana diketahui, Perindo selaku Pemohon melakukan uji materiil terhadap Pasal 169 huruf n UU Pemilu ke MK. Pemohon mendalilkan bahwa proses pengajuan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam satu pasangan terkendala dengan adanya frasa “tidak berturut-turut” penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu, dikarenakan Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah pernah menjabat sebagai wakil presiden pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak 2004 hingga 2009.
Pemohon mendalilkan, rumusan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengatur bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat dipilih kembali setelah menyelesaikan masa jabatan pada periode sebelumnya selama belum dan atau tidak dua kali berturut-turut pada jabatan yang sama. Tujuannya agar kandidat terbaik akan mengikuti kontestasi pemilu presiden dan wakil presiden tidak terhalang oleh ketentuan dua kali masa jabatan presiden dan atau wakil presiden, melainkan tetap dapat maju sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden sekalipun telah menjabat selama dua periode berturut-turut asalkan terdapat jeda antara dua periode berturut-turut dengan pencalonan berikutnya.
Kehadiran frasa “tidak berturut-turut” dalam rumusan penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu, menurut Pemohon, menjadi tanda tanya mengapa rumusan frasa tersebut justru mengandung tafsiran yang tidak sejalan dan sama sekali tidak bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945 bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung terpasung oleh penjelasan pasal yang memberi batas periodesasi atau masa jabatan presiden dan wakil presiden yang hanya dibatasi untuk menjabat dalam jabatan yang selama dua kali masa jabatan, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut adalah tidak relevan. (Nano Tresna Arfana/LA)