Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Makassar Munafri Arifuddin dan Andi Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal (Paslon Nomor Urut 1) yang melawan kolom kosong mengajukan gugatan sengketa Penyelesaian Hasil Pemilihan (PHP) Kota Makassar ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang perdana yang digelar pada Jum’at (27/7), Muhammad Rullyandi selaku kuasa hukum menjelaskan berdasarkan penetapan hasil perhitungan suara oleh KPU Kota Makassar (Termohon) bahwa Pemohon memeroleh 264.245 suara dan Kolom Kosong memeroleh 300.795 suara. Berdasarkan hal tersebut, Pemohon berada pada peringkat kedua. Namun demikian, perolehan suara yang benar menurut Pemohon adalah Paslon Nomor Urut 1 memeroleh 264.245 suara dan kolom kosong meraih 0 suara. Menurut Pemohon, perolehan suara Koko harus dinyatakan tidak sah karena diperoleh dengan cara melanggar ketentuan hukum peraturan yang berlaku.
Selain itu, Pemohon juga menjelaskan adanya pelanggaran yang dilakukan Moh. Ramdhan Pamonto dan Indira Mulyasari Paramastuti Ilham yang merupakan pasangan terdiskualifikasi. Pemohon menilai pasangan petahana tersebut tidak berlaku adil pada setiap paslon yang bertarung dalam pemilihan. Pemohon pun mendalilkan adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif semakin diperparah dengan sikap penyelenggara pemilu, yakni Panwaslu dan KPU Kota Makassar yang tidak profesional dan cenderung menunjukkan adanya keberpihakan pada kolom kosong. Sehingga, menyisakan puluhan persoalan yang belum ditegakkan secara adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum lainnya juga menuturkan pada awalnya terdapat dua paslon pada Pilkada Kota Makassar. Namun dalam perjalanan Paslon Nomor Urut 2 didiskulifikasi. “Ramdhan adalah petahan yang maju, jadi yang terjadi di Kota Makassar seperti yang ada. Kalau ada 1 paslon berhadapan dengan kolom kosong, maka asumsi kolom kosong tersebut bersifat pasif. Tidak terpikirkan oleh pembuat UU,kalau ada calon terdiskualifikasi bisa juga melakukan usaha aktif dengan mengembalikan perannya secara aktif seperti yang terjadi pada Pilkada Kota Makassar. Dari sini terdapat kevakuman hukum, tidak terpikirkan oleh pembuat UU tentang masalah kolom kosong ini,” jelas Yusril saat membacakan renvoi permohonan yang teregistrasi Nomor 31/PHP.GUB-XVI/2018 ini.
Untuk itu, melalui petitum, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk Menetapkan Pemohon sebagai peraih suara terbanyak pada pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Makassar Tahun 2018.
Terdiskualifikasi
Sementara itu, Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Makassar Nomor Urut 2 Moh. Ramdhan Pamonto dan Indira Mulyasari Paramastuti Ilham juga menggugat hasil Pilkada Kota Makassar Tahun 2018. Pemohon menilai tindakan KPU Kota Makassar yang tidak mengikutsertakan Pemohon dalam proses pemungutan suara berakibat hukum proses pemungutan suara termasuk objek sengketa a quo adalah cacat hukum. Sehingga penerapan ketentuan persentase batas pengajuan gugatan belum dapat diterapkan dalam perkara a quo. Hal tersebut disampaikan M. Nursal selaku kuasa hukum Pemohon perkara Nomor 30/PHP.GUB-XVI/2018 di hadapan panel hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman.
Lebih lanjut, dalam pembacaan pokok permohonan, Refly Harun menjelaskan dengan cacatnya surat Keputusan Perolehan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Makassar Tahun 2018 tersebut, maka dalam penalaran hukum Pemohon perolehan suara tersebut dianggap tidak pernah ada atau batal demi hukum.
Setelah melakukan penelitian persyaratan pencalonan atas diri Pemohon dan dinyatakan memenuhi syarat sebagai calon peserta Pilkada Kota Makassar Tahun 2018 melalui Keputusan KPU Kota Makassar Nomor 35/P.KWK/HK.03.1.Kpt/7371/KPU-Kot/II/2018 tentang Penetapan Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Makassar Tahun 2018 tertanggal 12 Februari 2018 maka calon peserta Pilkada Kota Makassar sebagai berikut: Munafri Arifuddin dan Rachmatika Dewi Yutitia Iqbal (Paslon Nomor Urut 1) serta Mohammad Ramdhan Pomanto dan Indira Mulyasari Paramastuti Ilham (Paslon Nomor Urut 2).
Terhadap keputusan tersebut, lanjut Refly, Paslon Nomor Urut 2 mengajukan permohonan Pembatalan Keputusan KPU Kota Makassar Nomor 35/P.KWK/HK.03.1-Kpt/7371/KPU-Kot/II/2018 ke Panwaslih Kota Makassar. Alasannya, sebagai petahana Paslon Nomor Urut 1 telah melakukan pelanggaran Pasal 71 ayat 3 juncto ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016. Sehingga harusnya dibatalkan sebagai pasangan calon. Akan tetapi, persoalan terus bergulir hingga Pengadilan TUN Kota Makassar. Selanjutnya perkara ini sampai pula pada Panitia Panwaslih Kota Makassar yang memerintahkan KPU Kota Makassar (Termohon) untuk menindaklanjuti Putusan Nomor 002/PS/PSWL.MKS.27.01/IV/2018 yang menyatakan Pemohon tidak melanggar Pasal 71 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016. Dalam putusan tersebut memerintahkan agar Termohon mengikutsertakan Pemohon sebagai pasangan calon peserta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Makassar Tahun 2018. Tetapi, Termohon tidak mematuhi amat putusan dari putusan tersebut. Bahkan Panitia Panwaslih Kota Makassar juga tidak menandatangani berita acara contoh surat suara sebagai bentuk pernyataannya bahwa Termohon telah melakukan tindakan cacat hukum.
Mengenai sengketa ini, Bawaslu RI menyatakan setuju engan menegaskan Putusan Panitia Bawaslih Kota Makassar harus dilaksanakan 3 hari setelah putusan dibacakan. Namun, Termohon tidak melaksanakan putusan tersebut. “Hal ini semakin membuat terang kalau tindakan Termohon bukan hanya merugikan hak konstitusional Pemohon, tetapi juga telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Dan sudah sangat jelas bahwa Pemohon tidak diikutsertakan sebagai peseta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Makassar Tahun 2018. Padahal Pemohn memiliki legal standing sebagai peserta pemilihan berdasarkan Putusan Nomor 002/PS/PSWL.MKS.27.01/IV/2018,” tegas Refly.
Kecurangan
Pada kesempatan yang sama, Achmad Faisal Andi Sapada dan Asriady Samad selaku Paslon Nomor Urut 2 dalam Pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur Kota Parepare Tahun 2018 juga memohonkan perkara Perselisihan Hasil Pilkada Kota Parepare yang teregistrasi Nomor 2/PHP.GUB-XVI/2018 melalui Nurdiansah selaku kuasa hukum menyampaikan beberapa pelanggaran yang ditemukan dalam pelaksanaan Pilkada Kota Parepare Tahun 2018. Di antaranya ditemukan kotak suara dalam keadaan terbuka pada 17 TPS. Sehingga, jelas Nurdiansah, patut dan sangat beralasan hukum pada saat Termohon menemukan keadaan tersebut untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Namun, hingga permohonan ini didaftarkan belum ada tindak lanjut KPU Kota Parepare untuk melakukan tindakan yang dimaksudkan.
Selain itu, jenis pelanggaarn yang bersifat massif juga ditemukan oleh Pemohon pada 2 kecamatan yang diduga kuat dilakukan oleh Paslon Nomor Urut 1 dengan mendongkrak jumlah perolehan suara. Tak hanya itu, tambah Nurdiansah, Paslon Nomor Urut 1 juga mengarahkan pemilih untuk menggunakan hak pilih lebih dari satu kali.
“Berdasarkan perhitungan suara menurut Pemohn adalah M. Taufan Pawe dan Pangerang Rahim (Paslon Nomor Urut 1) memeroleh 28.752 suara dan Pemohon memeroleh 38.108 suara dengan total suara sah 66.860 suara. Dengan demikian Pemohon berada di peringkat pertama dalam perolehan suara,” sampai Nurdiansah.
Sebelum menutup persidangan, Ketua MK Anwar menjelaskan agar para Pihak Terkait dan Termohon menyerahkan jawabannya selambat-lambatnya pada Selasa, 31 Juli pukul 10.00 pada Kepaniteraan MK. sehingga sidang berikutnya dapat diagendakan pada Rabu, 1 Agustus 2018 pukul 09.00 WIB. (Sri Pujianti/LA)