Sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Gubernur Sumatera Selatan 2018 - Perkara 34/PHP.GUB-XVI/2018 digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (26/7). Hasil Pemilihan Gubernur Sumatera Selatan tersebut digugat Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 4 Dodi Reza Alex Noerdin dan M. Giri Ramanda Kiemas.
Diwakili kuasa hukum Darmadi Djufri, Pemohon mendalilkan pelaksanaan Pemilihan Gubernur Selatan berjalan tidak jujur. Pemohon menyoroti kinerja pihak KPU Provinsi Sumatera Selatan. Pemohon menegaskan tidak adanya Surat Keputusan (SK) pengangkatan bagi Panita Pemungutan Suara (PPS) dan Panita Pemilihan Kecamatan (PPK) di Kota Palembang dan Kabupaten Muara Enim. “Jadi tidak ada legalitas dari para penyelenggara. Ini menyebabkan produk hukum yang dikeluarkan penyelenggara tidak memiliki kekuatan hukum,” ucap Darmadi.
Selain itu, ungkap Darmadi, Pemohon tidak mendapat salinan Daftar Pemilih Tetap dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) saat pemilihan. “KPPS seharusnya memberikan salinan Daftar Pemilih Tetap kepada para saksi yang hadir. Termasuk kepada Saksi Pemohon,” imbuh Darmadi kepada Majelis Hakim yang terdiri atas Hakim Konstitusi Aswanto (Ketua), Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, dan Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Penyelenggara dalam hal ini KPPS, menurut Darmadi, telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal inilah yang mengakibatkan kerugian bagi Pemohon.
“Penetapan rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU menurut hemat kami mengandung cacat hukum dan tidak dapat dibenarkan. Karena dalam proses tahapan Pemilihan Gubernur Sumatera Selatan banyak terjadi pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif,” tegas Darmadi.
Terhadap dalil-dalil Pemohon, Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menekankan pentingnya bukti-bukti untuk menguatkan dalil Pemohon. “Hal-hal yang didalilkan Pemohon harus merujuk kepada bukti. Itu prinsip,” kata Manahan. “Pemohon harus melampirkan banyak bukti untuk menguatkan dalil-dalil yang dimohonkan,” ucap Saldi.
TSM
Pada sidang yang sama, MK juga menggelar sidang PHP Gubernur Papua 2018 yang teregistrasi dengan Nomor Perkara 48/PHP.GUB-XVI/2018. Paslon Nomor Urut 2 Wempi Wetipo dan Habel M. Suwae selaku Pemohon diwakili oleh Tim Kuasa Hukum Pemohon, yakni Saleh, dkk. Pemohon memaparkan bahwa selisih suara antara Paslon No. Urut 1 Lukas Enembe dan Klemen Tinal selaku pemenang pilkada dengan Pemohon adalah 1.007.531 suara.
Selisih suara tersebut, ujar Saleh, diakibatkan adanya rangkaian kecurangan, kekerasan, intimidasi yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM) yang dilakukan paslon nomor urut 1 bersama tim sukses dan bekerja sama dengan sejumlah pegawai ASN maupun aparat keamanan. Misalnya di Kabupaten Jayawijaya ada 681 surat suara yang telah tercoblos sebelum hari H pemilihan pada 27 Juni 2018. Selain itu terjadi penggelembungan suara dan manipulasi Daerah Pemilih Tetap yang dilakukan paslon nomor urut 1 di sejumlah kabupaten daerah Papua.
Di samping itu, Saleh mengungkapkan sistem noken yang terwakilkan oleh kepala suku. Dalam arti, kepala suku yang mencoblos saat pemilihan, bukan masyarakat langsung. Hal ini menyebabkan potensi suara masyarakat dapat dihilangkan. Sistem noken ini ternyata sangat merugikan karena dapat disalahgunakan.
Lain lagi dengan sidang PHP Bupati Bogor yang juga digelar pada Kamis (26/7). Diwakili kuasa hukum Muhammad Jusril, Paslon Nomor Urut 3 Ade Ruhandi dan Ingrid Maria Palupi Kansil mendalilkan adanya praktik politik uang dilakukan secara masif di banyak wilayah Kabupaten Bogor. Hal lain, terjadinya pembukaan kotak suara saat persiapan pemungutan dan penghitungan suara.
Pelanggaran berikutnya, ungkap Jusril, adanya mobilisasi pemilih yang menggunakan hak pilih tetapi tidak terdaftar sebagai pemilih tambahan. Pelanggaran ini dilakukan oleh Tim Pemenangan Paslon No. Urut 2 Ade Yasin dan Iwan Setiawan pada saat pilkada. (Nano Tresna Arfana/LA)