Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2018, Kamis (26/7) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang perkara yang teregistrasi Nomor 47/PHP.GUB-XVI/2018 tersebut dipimpin Ketua MK Anwar Usman didampingi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Wahiduddin Adams. Pemohon merupakan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2018 atas nama Rusda Mahmud dan LM. Sjafei Kahar (Paslon Nomor Urut 3).
Andi Darmawan selaku salah satu kuasa hukum menyampaikan bahwa rekapitulasi penghitungan suara Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra Tahun 2018 oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Tenggara (Termohon) tidak mencerminkan hasil pemilihan yang jujur, adil, dan demokratis. Sebab ditemukan pelanggaran, baik yang dilakukan Termohon maupun oleh Pasangan Calon Nomor Urut 1 Ali Mazi dan Lukman Abunawas secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Darmawan menjelaskan bahwa Paslon Nomor Urut 1 seharusnya diberikan sanksi pembatalan calon karena terlambat menyetorkan Laporan Penerimaan dan Pengeluran Dana Kampanye (LPPDK) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 54 ayat (1) dan (2) Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Dana Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2018. Berdasarkan keterangan saksi pada 24 Juni 2018, Paslon Nomor Urut 1 tidak menyetorkan LPPDK sampai batas waktu yang ditentukan yakni 24 Juni 2018 pukul 18.00 WITA. Paslon Nomor Urut 1 baru menyetorkan LPPDK pada pukul 19.00 WITA. Tindakan Termohon yang tetap menerima LPPDK Paslon Nomor Urut 1 yang telah melewati batas waktu serta tindakan Termohon yang tidak mengumumkan Berita Acara Penerimaan LPPDK Paslon Nomor Urut 1, dinilai Pemohon telah menutupi kebenaran adanya keterlambatan penyetoran.
Terkait dengan temuan pelanggaran tersebut, sudah dilakukan pelaporan pada Bawaslu Sultra pada 7 Juli 2018. Tetapi, Bawaslu menolak menerima laporan yang dimaksud dengan alasan tidak memenuhi syarat pelaporan.
“Karena tindakan Termohon dan Bawaslu Sultra yang telah bekerja sama untuk membiarkan terjadinya pelanggaran terhadap dana kampanye Paslon Nomor Urut 1 , maka sepatutnya apabila Mahkamah menjadi tempat terakhir untuk Pemohon meminta keadilan dan ditegakkannya hukum,” urai Darmawan.
Selanjutnya, Darmawan menyampaikan bahwa berdasarkan Keputusan KPU Provinsi Sultra Nomor 58/PL/03.6-Kpts/74/Prov/VII/2018 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2018 bertanggal 7 Juli 2018 adalah sebagai berikut: Ali Mazi dan Lukman Abunawas (Paslon Nomor Urut 1) memeroleh 495.880 suara, Asrun dan Hugua (Paslon Nomor Urut 2) memeroleh 280.762 suara, dan Rusda Mahmud dan Sjafei Kahar (Paslon Nomor Urut 3) memeroleh 358.573 suara.
“Namun perhitungan suara yang benar menurut Pemohon setelah Paslon Nomor Urut 1 dikenakan sanksi pembatalan calon adalah sebagai berikut: Ali Mazi dan Lukman Abunawas (Paslon Nomor Urut 1) memeroleh 0 suara, Asrun dan Hugua (Paslon Nomor Urut 2) memeroleh 280.762 suara, dan Rusda Mahmud dan Sjafei Kahar (Paslon Nomor Urut 3) memeroleh 358.573 suara,” sampai Darmawan.
Pelanggaran TSM
Dalam keterangannya Darmawan juga menyampaikan bahwa Paslon Nomor Urut 1 melibatkan 12 bupati/walikota untuk memenangkan pihaknya yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif. Hal tersebut, tambah Darmawan, terlihat dari adanya korelasi antara pernyataan Paslon Nomor Urut 1 pada saat kampanye dengan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pilkada Sultra Tahun 2018 yang berhasil menang di 12 Kabupaten/Kota.
“Dukungan tersebut jelas sangat berpengaruh terhadap kemenangan Paslon Nomor Urut 1 karena kemampuan seorang bupati/walikota yangbisa memobilisasi berbagai sumber daya politik, ASN, termasuk fasilitas jabatan lainnya untuk memenangkan Paslon Nomor Urut 1,” jelas Darmawan.
Politik Uang
Dalam kesempatan yang sama, MK juga menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Lampung yang teregistrasi nomor 41/PHP.GUB-XVI/2018 yang dimohonkan Muhammad Ridho Ficardo dan Bachtiar Basri (Paslon Nomor Urut 1). Melalui Ahmad Handoko selaku salah satu kuasa hukum menyampaikan Arinal Djunaidi dan Chusnunia (Paslon Nomor Urut 3) telah melakukan politik uang dengan cara membagikan jilbab pada masa kampanye dan membagikan uang pada masa kampanye serta masa tenang dengan melibatkan relawan, orang per orang, dan/atau tim kampanye.
Dalam permohonan Pemohon, Ahmad menyampaikan bahwa masyarakat secara kasat mata melihat adanya bagi-bagi uang agar yang menerima uang tersebut memilih Paslon Nomor Urut 3 dengan membagikannya di pasar, jalanan, dan keramaian. Bagi masyarakat yang melihat kejadian tersebut merasa takut melaporkan ke Panwas karena mendapatkan ancaman dari tim Paslon Nomor Urut 3. “Bentuk ancaman yang dilakukan oleh tim adalah mengancam masyarakat akan dilaporkan ke polisi dan tidak dijamin keselamatan keluarganya,” jelasnya.
Tak hanya itu, Pemohon juga mendapati jumlah dana kampanye dari Paslon Nomor Urut 3 tidak sesuai dengan jumlah kegiatan yang dilakukan. Lebih lajut, Ahmad menyebutkan bahwa, padahal Paslon Nomor Urut 3 tidak memiliki latar belakang sebagai pengusaha dan berdasarkan LHKPN, harta yang dimiliki tidak sesuai dengan biaya kampanye yang dikeluarkan.
Senada dengan itu, Pemohon perkara 46/PHP.GUB-XVI/2018 yang dimohonkan Herman Hasanusi dan Sutono (Paslon Nomor Urut 2) yang juga merupakan Paslon Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Lampung Tahun 2018 melalui Lenistan Nainggolan selaku kuasa hukum menyatakan adanya dugaan politik uang di Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Mesuji, Kanupaten Pesisir Barat, Kota Metro, dan Kabupaten Lampung Utara.
“Bahwa Paslon Nomor Urut 3 haruslah dibatalkan sebagai pasangan calon dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung Tahun 2018 karena berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota,” tandas Lenistan. (Sri Pujianti/LA)