Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas (UU PT) di Ruang Sidang Pleno MK, Senin (23/7). PT Baraventura Pratama serta dua perseorangan warga negara mendalilkan telah dirugikan secara konstitusional akibat berlakunya Penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf c butir a UU PT.
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dan didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Suhartoyo, Maqdir Ismail selaku kuasa hukum menyampaikan pasal a quo telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi perseroan yang tidak melakukan usaha selama tiga tahun atau lebih karena tidak memberikan kepastian mengenai pihak mana yang berhak untuk membuktikan kenonaktifan tersebut dengan menyampaikan surat pemberitahuan kepada instansi pajak. Atau hak tersebut, tambah Maqdir, hanya diberikan kepada satu pihak saja atau juga diberikan kepada semua pihak seperti disebutkan dalam pasal a quo, yaitu pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris.
Penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf c butir a UU PT berbunyi, “Yang dimaksud dengan alasan perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan, antara lain: a. Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak.”
Lebih lanjut, Maqdir menekankan bahwa pasal a quo juga bertentangan dnegan substansi dan norma yang terkandung dalam redaksi pasalnya karena berpotensi hanya memberikan keuntungan atau hak kepada satu pihak saja untuk membubarkan sebuah PT.
“Klien kami dan pihak teman-temannya pernah bersengketa berhubungan dengan kedudukan bagaimana cara membubarkan satu perseroan. Akan tetapi, oleh Majelis Hakim yang mengadili perkara sampai pada tingkat kasasi dianggap permohonan untuk mengajukan pembubaran perseroan yang sudah tidak jalan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dianggap prematur,” jelas Maqdir terhadap perkara yang teregistrasi Nomor 63/PUU-XVI/2018.
Oleh karena itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta Majelis menyatakan norma a quo tidak konstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa surat pemberitahuan suatu perseroan terbatas tidak melakukan kegiatan usaha atau nonaktif selama 3 tahun atau lebih yang disampaikan kepada instansi, pajak, dapat disampaikan oleh direksi, pemegang saham, atau dewan komisaris dari perseroan tersebut.
Kedudukan Hukum
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Manahan meminta agar Pemohon I dan III yang merangkap sebagi direktur PT serta perseorangan warga negara, tetapi memiliki kedudukan berbeda. “Ini Pemohon I sebagai direktur dan Pemohon III nama sama tetapi kedudukan beda, pemohon II sebagai perseorangan. Untuk Pemohon I sebagai direktur apakah otomatis berhak mewakili perseroan di dalam dan luar pengadilan? Perlu penegasan lebih lanjut karena dihubungkan dengan anggaran dasar perseroannya. Jadi coba dijelaskan,” pinta Manahan.
Sedangkan Hakim Konstitusi Suhartoyo, meminta agar Pemohon menyederhanakan substansi permohonan dan memberikan penjelasan keterkaitan antara perseroan lain yang disebutkan dalam permohonan dengan perseroan yang mengajukan diri sebagai Pemohon I. “Ini disebutkan PT AKES dan ada PT Baraventura. Apakah ada keterkaitan kasus konkret yang dialami sehingga menghambat implementasi konstitusional Pemohon yang perkaranya pernah bergulir ke tingkat MA yang kemudian berdasarkan Putusan 1618 K/PDT 2016. Korelasinya di mana? Kerugian potensialnya seperti apa?” jelas Suhartoyo.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta agar Pemohon mempertegas Posita agar para Hakim Konstitusi teryakinkan bahwa persoalan yang dimohonkan bukan persoalan implementasi, tetapi ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum dari penjelasan norma aquo. “Perlu lebih diekplorasi, dielaborasi sehingga meyakinkan kita,” jelas Arief.
Sebelum mengakhir persidangan, Manahan mengingatkan para Pemohon untuk menyerahkan perbaikan permohonan selambat-lambatnya Senin, 6 Agustus 2018 pukul 10.00 WIB ke Kepaniteraan MK. (Sri Pujianti/LA)