Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) pada Senin (23/7) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam perkara yang teregistrasi Nomor 46/PUU-XVI/2018 ini, Pemohon yang terdiri atas Indrayana, Augustinus Kabul Sutrisno, Achmad Syafi’i, Yulias Andrie Yatmo, dan Santen Purba menyatakan Pasal 167 ayat (3) terutama frasa ”diperhitungkan” dalam UU Ketenagakerjaan bersifat diskriminatif, problematik, dan merampas hak pekerja. Pasal a quo telah menyebabkan multiinterpretasi yang salah satunya diartikan oleh kalangan pengusaha perbankan dengan pengertian bahwa uang pensiun dikurangi uang pesangon. Akibatnya, pekerja termasuk Pemohon mengalami tidak dibayarkan uang pesangonnya atau uang pesangon tersebut mengalami kekurangan yang sangat signifikan sehingga Pemohon tidak mendapatkan sejumlah hak sebagaimana mestinya, bahkan mengakibatkan para Pemohon atau pensiunan berutang pada perusahaan.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang membacakan pokok permohonan menyampaikan hal yang diajukan para Pemohon merupakan persoalan implementasi norma. Para Pemohon pun, jelas Arief, mengakui hal ini merupakan persoalan penerapan norma sebagaimana dinyatakan secara eksplisit dalam permohonan para Pemohon.
“Dengan demikian, sejak dari awal para Pemohon telah memahami permasalahn hukum yang dihadapi bukan karena multitafsir ketentuan a quo, namun karena tidak dilaksanakannya ketentuan a quo oleh perusahaan perbankan di mana para Pemohon pernah bekerja,” jelas Arief.
Arief menyebut meskipun persoalan yang dimohonkan para Pemohon bukanlah persoalan konstitusionalitas, tetapi masalah penerapan norma. Penting bagi Mahkamah untuk menegaskan pihak-pihak yang berkenaan langsung dengan pelaksanaan pasal a quo wajib untuk mengimplementasikan norma yang terkandung dalam Pasal 167 ayat (3) UU Ketenagakerjaan sebagimana dijelaskan dalam penjelasan pasal a quo.
“Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan, Mahkamah berpendapat permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tandas Ketua MK Anwar Usman yang didampingi delapan hakim konstitusi lainnya. (Sri Pujianti/LA)