Permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) yang diajukan Erik Fitriadi anggota KPU Kabupaten Bogor bersama para Pemohon lainnya akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) untuk sebagian. “Amar putusan mengadili, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian,” demikian diucapkan Ketua MK Anwar Usman terhadap Perkara Nomor 31/PUU-XVI/2018 pada sidang pengucapan putusan, Senin (23/7).
Sebelumnya, Pemohon mendalilkan bahwa penetapan jumlah 3 (tiga) atau 5 (lima) orang anggota KPU Kabupaten/kota serta jumlah 3 (tiga) orang anggota PPK tersebut tidak mempertimbangkan faktor perbedaan dan keragaman alam geografis Indonesia, khususnya wilayah Indonesia bagian Tengah dan Timur yang terdiri dari ribuan pulau dan pegunungan dengan tingkat kesulitan daya jangkau yang beragam. Ada daerah pemilihan yang bergantung pada cuaca, ada yang tidak dapat ditempuh melalui jalan darat, serta masih ada pula daerah pemilihan yang hanya bisa ditempuh melalui jalan kaki. Menurut Pemohon, pembatasan dan larangan bagi calon anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPUKabupaten/Kota yang terpilih untuk mengundurkan diri dari kepengurusan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum, juga menciderai dan bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia.
Dalam pendapatnya, Mahkamah menyampaikan bahwa soal penentuan jumlah personel penyelenggara pemilu merupakan kebijakan pembentuk undang-undang. Mahkamah berpendapat, terhadap persoalan demikian tidak dapat dinilai konstitusionalitasnya. Namun sejak awal Mahkamah telah menegaskan dan ditekankan kembali dalam putusannya bahwa sesuatu yang sifatnya legal policy hanya dapat dibenarkan sepanjang tidak melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan.
“Sehingga dalam masalah a quo, kebijakan pembentuk undang-undang mengurangi jumlah anggota KPU Kabupaten/Kota menjadi tiga orang nyata-nyata melanggar prinsip rasionalitas. Oleh karena itu, tidak ada keraguan sedikit pun bagi Mahkamah untuk menyatakan bahwa mengurangi jumlah anggota KPU Kabupaten/Kota di beberapa kabupaten dan kota menjadi tiga orang di tengah beban pertambahan penyelenggara pemilu termasuk menghadapi Pilpres 2019 merupakan sesuatu yang irasional,” urai Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pendapat Mahkamah.
Selain itu, Mahkamah berpendapat Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf c UU Pemilu yang menjelaskan dasar perhitungan jumlah anggota KPU Kabupaten/Kota tiga atau lima orang secara bersyarat, hanya dapat dinilai konstitusional sepanjang dimaknai lima orang. Dengan demikian, dalil para Pemohon bahwa Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf c UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 adalah beralasan menurut hukum.
Pada sidang yang sama, MK juga mengabulkan permohonan UU Pemilu yang dimohonkan Ketua KPU Kabupaten Kepulauan Aru Victor Sjair untuk sebagian. Demikian putusan MK yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan, pada Senin (23/7).
Terhadap Perkara Nomor 38/PUU-XVI/2018 tersebut, Mahkamah menimbang bahwa Pasal 10 ayat (3) UU Pemilu sepanjang frasa “Jumlah anggota KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1 mengenai jumlah anggota KPU Kabupaten/Kota”, Mahkamah akan mempertimbangkan terlebih dulu Putusan MK Nomor 31/PUU-XVI/2018 bertanggal 23 Juli 2018 yang menyatakan Pasal 10 ayat (1) huruf c UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “3 (tiga) atau 5 (lima) orang” tidak dimaknai “5 (lima) orang”. Sementara Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf c UU Pemilu telah dinyatakan inkonstitusional.
“Dengan demikian, jumlah anggota KPU Kabupaten/Kota harus dibaca sebagai 5 (lima) orang. Sehingga frasa ‘dan jumlah anggota KPU Kabupaten/Kota’ harus disesuaikan dengan jumlah sebagaimana dimaksudkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-XVI/2018,” tegas Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams saat membacakan pertimbangan Mahkamah. (Nano Tresna Arfana/LA)