Penguatan konsolidasi setiap elemen bangsa dan negara baik partai politik, rakyat dan pemerintah, serta jaminan terbukanya ruang dialog keagamaan dan kenegaraan, diharapkan dapat menjadi solusi mencapai kemakmuran dan keadilan bagi bangsa Indonesia.
Demikian kesimpulan pembukaan Temu Wicara Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (MK) yang diselenggarakan oleh Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK kerjasama dengan Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), Jumat (7/3), di jakarta.
Di awal sambutannya, Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB, Muhaimin Iskandar, berharap semoga acara ini tidak hanya memperkaya dan memperkuat ketatanegaraan Indonesia, tetapi juga memperkuat partai politik yang menjadi instrumen sah dan menentukan demokrasi hari ini dan masa yang akan datang.
Selain itu, Muhaimin mengungkapkan, adanya isu deparpolisasi, penghancuran karakter partai-partai baik yang dilakukan oleh kaum non-partisan maupun akibat kealpaan kader partai dapat dijadikan pelajaran untuk merefleksikan diri supaya ke depan, partai bisa menjadi solusi konsolidasi bagi demokrasi. âSaya yakin kerjasama ini merupakan bagian dari upaya pematangan demokrasi kita,â harap Wakil Ketua DPR RI ini.
Menyambung harapan Muhaimin, dalam sambutannya, Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, menyatakan bahwa kegiatan temu wicara ini diselenggarakan sebagai usaha mendukung penguatan konsolidasi partai politik utamanya yang berkaitan dengan tugas di MK terkait dengan penyelenggaraan Pemilu 2009.
Dengan berpedoman dari pengalaman penyelesaian masalah Pemilu 2004, urai Jimly, salah satu hal yang penting adalah bagaimana mendukung semua partai politik dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) beserta jajarannya supaya sungguh-sungguh siap dengan aneka masalah yang timbul dari pelaksanaan pemilu, termasuk timbulnya perselisihan hasil pemilu.
Menurut ketentuan UUD, sambung Jimly, keputusan final dan mengikat terkait perselisihan hasil pemilu menjadi tugas MK. Sementara itu, dalam UU MK, telah diatur pula pembatasan waktu penyelesaian sengketa perselisihan hasil pemilu. âDalam rangka memberikan jaminan kesinambungan kepemimpinan bernegara, kalau ada masalah yang terkait perselisihan hasil pemilu, semua pihak yang terlibat harus siap sejak âdini hariâ dengan segala kemungkinan-kemungkinannya,â pesan Guru Besar Hukum Tata Negara UI ini.
Pada kesempatan ini pula, Jimly juga menuturkan bahwa negara juga memerlukan konsolidasi. Infrastruktur dan suprastruktur negara perlu dikonsolidasikan dengan benar. Sistem politik nasional hingga kini masih terus diatur, dirombak, dan perbaiki. Jimly mencontohkan, bila setiap lima tahun membuat UU Pemilu, UU Susduk, UU Parpol, bahkan ada kemungkinan sebelum lima tahun sudah dirombak lagi, maka sistem politik nasional tidak akan ajeg. âLihatlah di eropa yang sistem politiknya sudah mapan, tak ada lagi orang yang membuat UU Pemilu. Yang diperlukan kemudian isinya, bukan lagi sistem besarnya,â terang Jimly.
Untuk itu, Jimly berharap, semoga dengan lahirnya UU Pemilu, UU Susduk, dan UU Perpol yang baru akan menjadi basis sistem politik nasional ke depan. âSemoga ini nanti bisa menjadi sistem politik yang ajeg yang bisa dijadikan referensi konsolidasi,â ujar Jimly.
Terhadap upaya DPD maupun partai-partai kecil yang akan me-judicial review-kan UU Pemilu yang baru, Jimly mengingatkan supaya semua pihak jangan terganggu oleh adanya perkara di MK. Menurut Jimly, undang-undang yang sudah berlaku ialah sah mengikat umum sampai ada bagiannya yang diubah karena ada putusan pengadilan. Namun sebelum itu, jelas Jimly, tak perlu ada keraguan untuk melaksanakan sebagaimana mestinya. âSebab berperkara di MK, tidak boleh menunda berlakunya norma hukum yang sudah sah yang sudah berlaku mengikat dalam undang-undang itu,â paparnya.
Sementara itu, dalam sambutannya, Ketua Umum Dewan Syuro PKB, Abdurrahman Wahid, menegaskan bahwa peranan MK ialah untuk membuat konstitusi lebih jelas dan mudah dimengerti. âOleh karena itu, saya menyatakan kegembiraan karena bisa berkumpul untuk melakukan temu wicara hukum acara MK. Biasanya, acara seperti ini dilakukan satu pihak saja, semacam penataran. Melalui acara ini saya berharap ada dialog, timbal-balik,â ucap mantan Presiden RI yang biasa dipanggil Gus Dur ini.
Selain itu, Gus Dur juga menekankan perlunya terus-menerus membuka ruang dialog kebangsaan dan keagamaan. Arah dialog ini adalah kemakmuran dan keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia. âBahkan, kita juga perlu melakukan perbaikan terus-menerus supaya dapat tercapai keseimbangan yang benar antar lembaga negara dan keseimbangan antara kepentingan rakyat dan pemerintah,â pesan Gus Dur sebelum membuka acara temu wicara. (Wiwik Budi Wasito)