Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti), Senin (16/7). Sidang kedua perkara Nomor 47/PUU-XVI/2018 adalah pemeriksaan perbaikan permohonan.
Sabela Gayo selaku Pemohon memperbaiki kedudukan hukum dan menyatakan mengajukan permohonan atas nama badan hukum perkumpulan, yaitu Badan Hukum Perkumpulan Asosiasi Pengacara Pengadaan Indonesia. Selain itu, dirinya menyebut ada beberapa pasal yang tidak jadi dimasukkan di dalam permohonan pengujian ini. “Pasal-pasal yang kemudian tetap diajukan untuk diuji adalah Pasal 1 angka 2, Pasal 17 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), Pasal 26 ayat (5), Pasal 28 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 43 ayat (3), dan Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,” jelasnya.
Selain itu, Sabela menjelaskan telah melakukan perubahan dengan memberikan penjelasan dari setiap pasal-pasal yang dimohonkan untuk diuji. Terkait pokok perkara, Pemohon selaku Ketua Umum Badan Hukum Perkumpulan Asosiasi Pengacara Pengadaan Indonesia dirugikan hak-hakkonstitusionalnya terkait dengan tumpang-tindihnya penyelenggaraan pendidikan profesi yang di satu sisi tetap menjadi kewenangan daripada perguruan tinggi, namun di sisi lain, organisasi profesi juga ada menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pendidikan dan pelatihan profesi.
“Karena memang ada perbedaan yang cukup prinsipil, mendasar, antara pendidikan akademik dengan pendidikan profesi, dimana pendidikan profesi merupakan pendidikan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kompetensi practical, kompetensi praktis,” tegasnya dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna.
Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Pengacara Pengadaan Indonesia (APPI) Sabela Gayo mengajukan uji materi UU Dikti. Dirinya meminta agar asosiasi profesi menjadi satu-satunya organisasi yang berhak dan berwenang secara hukum dan perundang-undangan dalam memberikan pendidikan profesi. Asosiasi Pengacara Pengadaan Indonesia (APPI) sebagai badan hukum Perkumpulan yang sah dan diakui oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, kata Sabela, berhak untuk mengembangkan diri melalui program-program Pendidikan dan Pelatihan di bidang Hukum Pengadaan Publik dalam rangka meningkatkan kualitas para Advokat/Pengacara umum agar memiliki kompetensi sebagai Pengacara Pengadaan sesuai dengan standar internasional IFPSM. Karena itu, aturan mengenai Pendidikan Profesi sebagaimana diatur di dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah membatasi ruang gerak APPI dan merampas hak konstitusional APPI, yakni untuk mengembangkan diri melalui program-program Pendidikan dan Pelatihan Pengacara Pengadaan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup anggotanya. (ARS/LA)