Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Makassar diwarnai dengan kemenangan kolom kosong melawan pasangan calon Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi (Appi-Cicu). Karena inilah, pasangan ini mengajukan permohonan Penyelesaian Hasil Perselisihan Kepala Daerah (PHPKada) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (10/7).
Kuasa Hukum Pemohon Muhammada Rulyandi menyatakan selisih suara Pemohon dengan kotak kosong sebanyak lebih dari 0,5 persen atau 36.550 suara. Kotak kosong mendapat 300.795 suara dan pihaknya mendapat 264.245 suara. “Meski demikian saya meminta MK mengesampingkan Pasal 158 ayat 2 UU Pilkada. Sebab banyak kecurangan yang terjadi,” tegasnya.
Dia menuturkan ada kecurangan yang dilakukan Walikota Makassar Ramdhan Pomanto untuk menyosialisasikan kolom kosong. Kecurangan tersebut bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) sehingga merusak proses demokrasi di pilkada. Selain itu, tuturnya, ada Daftar Pemilih Tetap Ganda (DPT) sebanyak 120 ribu yang sangat merugikan Pemohon.
Awalnya Pilkada Kota Makassar diikuti dua paslon, yakni Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi (Appi-Cicu) dan Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari Paramastuti (DiaMi). Namun Mahkamah Agung (MA) membatalkan paslon DiaMi sehingga paslon Appi-Cicu berhadapan dengan kolom kosong.
Di sisi lain, paslon DiaMi juga turut memasukkan permohonan ke MK. Mereka dalam petitumnya meminta agar pihaknya diikutkan kembali sebagai paslon dalam pilkada. Artinya, Pemohon meminta diadakan pemungutan suara ulang di Kota Makassar.
Rekapitulasi Tidak Sah
Sementara paslon Pilgub Sumatera Selatan (Sumsel) Dodi Reza Alex Noerdin dan Giri Ramanda Kiemas menganggap hasil rekapitulasi suara tidak sah di Kota Palembang dan Kabupaten Muara Enim. Sebab PPS dan PPK di dua kota tersebut tak memiliki surat sah pengangkatan. Hal ini menyebabkan legalitas mereka menjadi bermasalah.
“Artinya proses perhitungan suara di dua daerah tidak sah. Sebab PPS dan PPK tak mempunyai legal standing melakukan rekapitulasi suara,” ujar Kuasa Hukum Pemohon Sulastrianah.
Sampai dengan Rabu, 11 Juli 2018, MK telah menerima permohonan sebanyak 49 permohonan. Permohonan tersebut berasal dari Kota Tegal, Kota Parepare, Kota Gorontalo, Kota Madiun, Kabupaten Bangkalan 1, Kabupaten Bangkalan 2, Kabupaten Bolaang Mongondouw Utara, Kabupaten Biak Numfor, Kota Cirebon, Kabupaten Donggala, Kota Serang, Kota Bekasi, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Padang Panjang, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Subulussalam, Kabupaten Rote Ndao (dua permohonan), Kabupaten Belitung, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Bogor, Kota Makassar, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Lahat, Kabupaten Mamberamo, Kabupaten Deiayai, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Maluku, dan Provinsi Sumatera Selatan. (ARS/LA)