Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Senin (2/7) dengan agenda sidang mendengarkan keterangan Pemerintah.
Terhadap perkara Nomor 31/PUU-XVI/2018 dan 38/PUU-XVI/2018 tersebut, Widodo Sigit Pudjianto yang mewakili Pemerintah menampik anggapan para Pemohon yang menyatakan jumlah anggota KPU kabupaten/kota hanya tiga orang akan berimplikasi terhadap terganggunya asas pelaksanaan pemilu sebagaimana dimaksud Pasal 22E UUD 1945 serta berpotensi terganggunya pelaksanaan pemilu. Menurut Pemerintah, dalil tersebut merupakan masalah implementasi norma bukan masalah inkonstitusionalitas norma.
“Dengan demikian, mengingat dalil yang disampaikan para Pemohon terhadap Pasal 10 ayat (1c) undang-undang a quo menyangkut implementasi norma, yakni kekhawatiran pelaksanaan norma a quo akan mengakibatkan terganggunya pelaksanaan pemilu dan bukan mengenai kesalahan atau pertentangan dengan norma UUD 1945, maka Pemerintah berpendapat Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan untuk mengadili apa yang dilakukan oleh suatu lembaga negara dalam suatu pengujian undang-undang, tetapi mengadili norma yang bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, sudah sepatutnya permohonan pengujian Pasal 10 ayat (1) huruf c undang-undang a quo yang diajukan oleh para Pemohon dinyatakan tidak dapat diterima,” papar Widodo.
Terkait jumlah anggota KPU Kabupaten/Kota yang semula lima orang menjadi tiga orang merupakan salah satu upaya Pemerintah dalam rangka melakukan efisiensi pelaksanaan pemilu. “Sehingga diharapkan APBN juga dapat diprioritaskan untuk pendanaan lainnya. Artinya ini kaitannya dengan efisiensi,” tambah Widodo selaku Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri.
Pemerintah menilai usaha uji materiil yang dilakukan para Pemohon merupakan bagian dari memberikan sumbangsih pemikiran. Atas dasar pemikiran tersebut, pemerintah berharap agar para Pemohon nantinya dapat ikut serta memberikan masukan dan tanggapan terhadap penyempurnaan undang-undang a quo di masa mendatang dalam bentuk partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Harapan pemerintah pula bahwa dialog antara masyarakat dan pemerintah tetap harus terjaga dengan satu tujuan bersama untuk membangun kehidupan bernegara dan berbangsa demi masa depan Indonesia yang lebih baik dan mengembangkan dirinya dalam kepemerintahan dengan tujuan ikut berkontribusi positif mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana disampaikan atau dituangkan dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar Tahun 1945,” ujar Widodo.
Sebelumnya, Erik Fitriadi, dkk., selaku Pemohon Perkara Nomor 31/PUU-XVI/2018 mendalilkan bahwa penetapan jumlah 3 (tiga) atau 5 (lima) orang anggota KPU Kabupaten/kota serta jumlah 3 (tiga) orang anggota PPK tersebut tidak mempertimbangkan faktor perbedaan dan keragaman alam geografis Indonesia, khususnya wilayah Indonesia bagian Tengah dan Timur yang terdiri dari ribuan pulau dan pegunungan dengan tingkat kesulitan daya jangkau yang beragam. Ada daerah pemilihan yang bergantung pada cuaca, ada yang tidak dapat ditempuh melalui jalan darat, serta masih ada pula daerah pemilihan yang hanya bisa ditempuh melalui jalan kaki. Menurut Pemohon, pembatasan dan larangan bagi calon anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPUKabupaten/Kota yang terpilih untuk mengundurkan diri dari kepengurusan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum, juga menciderai dan bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia.
Sementara Victor F. Sjair sebagai Pemohon Perkara 38/PUU-XVI/2018 mendalilkan bahwaPemohon sebagai ketua merangkap anggota KPU Kabupaten Kepulauan Aruperiode 2014-2019, merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 10 ayat (1)huruf c, ayat (2) dan ayat (3) serta Lampiran I UU 7/2017 yang membatasi hakkonstitusional Pemohon untuk menjadi anggota KPU Kabupaten Kepulauan Aru periode2019-2024. Pemohon beranggapan, ketentuan tersebut tidak memberikan kepastian hukum bagi Pemohon. Sebab meski Pemohon tetap mencalonkan diri sebagai anggota KPU Kabupaten Kepulauan Aru periode 2019-2024, namun tidak menjamin Pemohon dapat terpilih kembali sebagai Anggota KPU Kabupaten Kepulauan Aru karena anggota KPU Kabupaten Kepulauan Aru yang dipilih hanya berjumlah 3 (tiga) orang, bukan 5 (lima) orang seperti daerah lain di Indonesia sesuai Lampiran I UU Pemilu.
Menurut Pemohon, penentuan anggota KPU Kabupaten Kepulauan Aru dan anggota KPU kabupaten/kota lainnya yang merupakan daerah kepulauan di Indonesia hanya berdasarkan pertimbangan kriteria jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah wilayah admnistratif pemerintah, tanpa mempertimbangkan daerah-daerah kepulauan seperti di Maluku secara umum dan Kepulauan Aru secara khusus. Sebagaimana ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf c, ayat (2) dan ayat (3) derta Lampiran I UU Pemilu merupakan hal yang diskriminatif. Dalam suatu negara hukum semua orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law). (Nano Tresna Arfana/LA)