Permohonan yang diajukan oleh perwakilan karyawan PT Manito World tidak dapat diterima Mahkamah Konstitusi (MK) karena tidak memiliki kedudukan hukum. Demikian Putusan MK Nomor 42/PUU-XVI/2018 yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi hakim konstitusi lainnya. “Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Anwar dalam sidang yang digelar pada Kamis (28/6) pagi.
Banua Sanjaya Hasibuan, dkk., yang mewakili Pemohon menjelaskan berkeberatan dengan keberlakuan Pasal 172 UU Ketenagakerjaan yang dinilai merugikan hak konstitusionalnya. Pasal 172 UU Ketenagakerjaan menyatakan, “Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang pengganti hak 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4).”
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan hak-hak konstitusionalnya potensial dirugikan atas berlakunya Pasal 172 UU Ketenagakerjaan, karena pekerja/buruh dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan menerima kompensasi apabila ia mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan tanpa disertai/dibuktikan dengan rekam medis dari kedokteran. Ketiadaan kewajiban melampirkan bukti rekam medis dalam ketentuan tersebut, menurut Pemohon, akan membahayakan Pemohon serta para pengusaha karena akan mengalami kerugian yang cukup besar hingga dapat mengalami kebangkrutan karena harus membayar kewajiban karena pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh tersebut. Untuk itu, Pemohon meminta MK menyatakan bahwa pasal yang diujikan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang frasa “dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja” tidak dimaknai dengan “dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan sekaligus memberikan bukti rekam medis dari kedokteran”.
Hakim Konstitusi Suhartoyo yang membacakan pertimbangan hukum, menyebut Pemohon tidak dapat membuktikan bisa bertindak atas nama PT. Manito World baik di dalam maupun di luar pengadilan, termasuk untuk dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang a quo ke MK. Menurut Mahkamah, bukti yang diajukan Pemohon hanya membuktikan kedudukan Kim Nam Hyun sebagai Direktur Utama PT. Manito World dan hanyalah berupa kutipan SK Kementerian Hukum dan HAM terhadap pengesahan Akta Pendirian PT. Manito World.
“Tidak terdapat pada bukti Pemohon yaitu dokumen yang berupa Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga atau bukti lain yang dapat membuktikan secara sah bahwa Kim Nam Hyun dapat bertindak atas nama PT. Manito World baik di dalam maupun di luar pengadilan,” jelasnya.
Suhartoyo menjelaskan bukti yang diajukan oleh Pemohon tidak dapat membuktikan dan meyakinkan bahwa Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo.
“Menimbang bahwa walaupun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun karena Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo, maka Mahkamah tidak akan mempertimbangkan pokok permohonan,” tandas Suhartoyo. (Lulu Anjarsari/LA)