Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima uji materiil aturan batas waktu banding dalam pengadilan pajak. Putusan Nomor 78/PUU-XV/2017 ini dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh hakim konstitusi lainnya pada Kamis (31/5) di Ruang Sidang Pleno MK. “Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Anwar membacakan putusan permohonan yang diajukan oleh Direktur Utama PT Autoliv Indonesia Junius M.S. Tampubolon.
Dalam permohonannya, Pemohon menguji Pasal 1 angka 12 dan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) terkait batas waktu pengajuan banding. Menurut Pemohon, pasal a quo karena telah mengalami kerugian akibat adanya kerancuan mengenai perhitungan jangka waktu tersebut. Pemohon menyampaikan bahwa permohonan banding pajak pemohon tidak diterima akibat adanya perbedaan acuan dalam perhitungan jangka waktu sehingga berakibat pula pada ketidakpastian hukum bagi Pemohon.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, Mahkamah telah mengingatkan kepada Pemohon untuk melampirkan Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PT Autoliv Indonesia. Namun, lanjut Manahan, hingga berakhirnya rangkaian persidangan perkara a quo, Pemohon tidak juga melampirkan AD/ART perseroan. Mahkamah tidak dapat memastikan siapa sebenarnya yang berwenang untuk mewakili PT Autoliv Indonesia baik di dalam maupun di luar pengadilan
“Pemohon, sesuai dengan akta notaris tersebut adalah berkedudukan sebagai direktur, bukan presiden direktur atau direktur utama, sehingga Mahkamah tidak memperoleh keyakinan berdasarkan bukti yang cukup perihal siapa sesungguhnya yang secara hukum berhak bertindak untuk dan atas nama PT Autoliv Indonesia, khususnya di dalam dan di luar pengadilan,” jelas Manahan.
Manahan melanjutkan, meskipun Pemohon adalah benar merupakan perseroan, namun Pemohon tidak dapat membuktikan bahwa Junius Tulus Manota Tampubolon memiliki kewenangan untuk mewakili PT Autoliv Indonesia untuk mengajukan permohonan a quo. “Meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun dikarenakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo, maka Mahkamah tidak akan mempertimbangkan pokok permohonan,” tandas Manahan (Lulu Anjarsari).