Dalam pembangunan hukum, perkembangan pembentukan undang-undang dapat menjadi indikator arah hukum suatu negara. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua MK Aswanto kepada civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Andi Djemma, Palopo, Sulawesi Selatan, Sabtu (12/5).
Menurut Aswanto, Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah merupakan pembentuk undang-undang. Akan tetapi dalam teori yang ada, lanjutnya, undang-undang tidak hanya dihasilkan oleh pembentuk undang-undang, pengadilan juga diberi kewenangan untuk membentuk Undang-Undang yang dikenal dengan judge made lawatau hukum buatan hakim.
Di hadapan mahasiswa yang mengikuti Kuliah Umum FH Universtas Andi Djemma itu, Aswanto mengatakan pengadilan yang memiliki kewenangan membentuk hukum adalah MK di Indonesia. “Jadi, kewenangan Mahkamah konstitusi dalam pembangunan hukum nasional sangat strategis, karena MK memutus perkara dan apa yang diputuskan itu berlaku sebagai undang-undang, di bawah sedikit Undang-Undang Dasar 1945, tapi dia legitimate,” ujar Guru Besar Hukum Universitas Universitas Hasanuddin itu.
Aswanto memberikan contoh cara MK menafsirkan sektor hukum sumber daya alam yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. MK dalam memeriksa dan memutus UU Sumber Daya Air menegaskan bahwa air tidak boleh menjadi bisnis perusahaan asing, dan hanya boleh diusahakan oleh perusahaan negara dan perusahaan daerah. Meski pengujian UU dapat diajukan oleh hanya perseorangan warga negara, namun putusan MK berlaku untuk semua sehingga putusan MK sangat strategis terhadap pembangunan hukum nasional.
Memutus Perkara dengan Cepat
Menjawab pertanyaan peserta mengenai putusan MK yang kehilangan momentum, menurut Aswanto, hal tersebut merupakan kritikan yang masuk selama ini. ”Ya, harus diakui memang beberapa putusan ketinggalan momentum, tapi MK harus membuat skala prioritas mana yang harus diputus,” kata Aswanto. Selain itu, tambahnya, dalam memutus sebuah undang-undang tidak bisa dilakukan dengan serta merta namun hal itu sulit dilakukan.
Dalam penanganan perkara pengujian UU di MK, lanjut Aswanto, para pihak selalu banyak mengajukan ahli dan saksi dalam satu persidangan, sehingga MK membutuhkan waktu hingga 5 jam. Menurutnya, MK selalu mengingatkan kepada para pihak mengenai kualitas ahli atau pun saksi yang dihadirkan. “Di MK bukan jumlah ahli yang menentukan putusan, tapi kualitas ahli yang menentukan,” ujarnya. (Ilham/LA)